Reporter: Dendi Siswanto, Recha Dermawan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten rokok masih bakal menghadapi tantangan di tahun politik. Penyebabnya bukan lantaran memanasnya suhu politik, tapi terutama terkait kenaikan cukai rokok.
Setelah tahun ini cukai rokok 10%, di tahun 2024 nanti, pemerintah bakal mengerek kembali tarif cukai rokok sama besar yakni 10%.
Kenaikan cukai rokok 10% tahun ini langsung menjadi pukulan bagi industri rokok. Berdasarkan data APBN Kita, kenaikan tarif cukai rokok belum mampu mendongkrak setoran ke kas negara. Penerimaan cukai rokok akhir September 2023 mengalami penurunan 5,37% secara tahunan jadi Rp 144,84 triliun.
Penurunan ini lantaran rendahnya pemesanan pita cukai. Selain itu, penurunan ini disebabkan melorotnya produksi rokok sampai Juli 2023 sebesar 3,6% tahunan dan tarif rata-rata tertimbang yang hanya naik 1,0% secara tahunan. Kenaikan ini lebih rendah dari kenaikan tarif normatif sebesar 10%.
Baca Juga: Cukai Rokok Masih Dibahas, Intip Target Harga Saham HMSP dan GGRM
Dian Widyanarti, Head of External Affairs PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) menyatakan, kebijakan cukai multi years tersebut bisa membuat industri rokok menyusun strategi bisnis ke depan.
"Tapi kenaikan cukai 10% tersebut dirasa masih memberatkan industri karena angkanya yang masih di atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional," kata Dian, kepada Kontan, Jumat (17/11)
Selain itu, industri tembakau saat ini tengah menghadapi tantangan berupa rencana pelarangan dan pembatasan produk hasil tembakau yang termuat dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan yang merupakan turunan Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023
Sejauh ini, kinerja RMBA masih ngebul. Pendapatan Bentoel per 30 September 2023 meningkat 39%. Yakni sebesar Rp 6,7 triliun jika dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya senilai Rp 4,82 triliun.
"Pendorongnya beberapa faktor, seperti kenaikan penjualan rokok tradisional serta kontribusi ekspor produk-produk kami ke mancanegara, tambah Dian.
Baca Juga: Raih Untung Besar, Inilah Saham Blue Chip yang Prospek Bagus Untuk Investasi
Sedangkan Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management, Reza Fahmi Riawan menilai, dampak kenaikan cukai terhadap emiten rokok tergantung pada beberapa faktor. Yakni daya beli konsumen, strategi harga, dan persaingan pasar.
Memang secara umum kenaikan cukai akan menurunkan volume penjualan rokok. Terutama segmen rokok mesin yang punya tarif cukai lebih tinggi. Namun, dampaknya mungkin tidak signifikan," kata Reza kepada Kontan, Jumat (17/11).
Biasanya di tahun politik, daya beli masyarakat menguat. Nah, momentum ini, menurutnya, harus dimanfaatkan emiten rokok dengan sejumlah strategi. Pertama, menaikkan harga jual secara bertahap dan proporsional dengan kenaikan cukai sambil memantau kompetitor.
Kedua, emiten rokok bisa menyesuaikan varian isi rokok. Misalnya dari 16 batang menjadi 12 batang, untuk menawarkan harga yang lebih terjangkau bagi konsumen.
Ketiga, fokus pada segmen rokok tangan yang tidak kena kenaikan cukai, serta mengembangkan produk baru yang sesuai dengan preferensi konsumen.
Baca Juga: Laba Gudang Garam (GGRM) Melonjak 197% di Kuartal III-2023, Cek Rekomendasi Sahamnya
Yang terakhir adalah para mieten rokok bisa meningkatkan efisiensi operasional dan biaya produksi, serta mengoptimalkan distribusi dan pemasaran produk.
Dengan syarat tersebut, BRI Danareksa Sekuritas memberikan peringkat overweight untuk sektor rokok, termasuk saham HMSP dan GGRM, dengan target harga masing-masing adalah di harga Rp 1.000 dan Rp 31.300 per saham.
Sedangkan Kanaka Hita Solvera juga memberikan rekomendasi beli untuk saham HMSP dan GGRM. Dengan target harga masing-masing emiten tersebut Rp 1.050 dan Rp 35.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News