Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
Selain itu, emiten yang berbasis di Bangka Belitung ini mencatatkan penurunan pinjaman sebesar 46,2% secara yoy menjadi Rp 2,2 triliun. Timothy melihat neraca TINS mengalami penguatan dengan net gearing yang menurun menjadi 0,54 kali, berbanding dengan net gearing pada periode yang sama tahun lalu sebesar 1,3 kali.
“Kami memperkirakan neraca TINS dapat kembali menguat di tahun 2022 setelah pelunasan pembayaran obligasi dan sukuk yang jatuh tempo senilai Rp 1 triliun,” terang Timothy.
Sementara itu, PTBA dibayangi ketidakpastian jangka panjang seiring pengetatan kebijakan investasi terkait batubara (termasuk proyek pembangkit listrik batubara) yang dapat mengurangi permintaan batubara dalam jangka panjang.
Baca Juga: Diversifikasi Usaha, Petrosea (PTRO) Pacu Bisnis Non Batubara
Industri batubara juga dibayangi pemulihan supply. Analis RHB Sekuritas Fauzan Luthfi Djamal mengatakan, dalam jangka pendek China berkomitmen untuk meningkatkan pasokan domestiknya untuk menjaga harga batubaranya tetap rendah.
Fuauzan meyakini, China akan mengurangi ketergantungan impor batubara, meskipun Pemerintah Pusat telah membuka kuota sekitar 300 juta ton untuk impor batubara seaborne lintas laut. Permintaan batubara dari wilayah regional tetap menjadi pendorong harga.
Baca Juga: Arsal Ismail Jadi Dirut Bukit Asam (PTBA) Gantikan Suryo Eko
RHB Sekuritas menyebut, valuasi PTBA memang murah, tetapi didukung outlook sektor batubara. Daya tarik PTBA terganjal harga batubara yang lesu, yang berada di kisaran US$ 150 per ton dalam sebulan terakhir.
RHB Sekuritas menurunkan (downgrade) saham PTBA, dari trading buy menjadi netral dengan target harga Rp 2.900.
Sementara Timothy merekomendasikan beli saham TINS dengan menaikkan target harga menjadi Rp 1.900 dari sebelumnya Rp 1.700. Timothy juga merekomendasikan beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.300.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News