Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks LQ45, IDX80, dan Kompas100 mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 3,18%, 3,31%, dan 2,45% sepanjang semester I-2019. Meskipun begitu, sebagian besar emiten anggota indeks-indeks tersebut mencatatkan kenaikan harga saham yang jauh lebih tinggi.
Dalam indeks LQ45 misalnya, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) menempati posisi pertama kenaikan harga saham tertinggi. Hingga perdagangan Jumat (28/6), harga saham MNCN naik 50,72% sepanjang semester I-2019. Disusul oleh EXCL menguat 50,51%, WIKA naik 49,45%, JSMR melejit 34,89%, BRPT menanjak 34,31%, PTPP naik 25,36%, WSKT menguat 24,96%, BBRI naik 23,26%, BSDE menguat 22,31%, dan saham MEDC naik 18,25%.
Sementara itu, untuk indeks IDX80 dan KOMPAS100, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) menduduki posisi pertama dengan tingkat kenaikan sebesar 51,14% dan 61,59%. Jika dilihat lebih lanjut, emiten-emiten dari sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan mendominasi sepuluh besar indeks-indeks saham tersebut.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, kenaikan disebabkan oleh harga saham sektor ini yang telah turun sejak 2015. Dengan begitu, valuasi perusahaan-perusahaan sektor properti terbilang murah sehingga menarik minat investor. “Ditambah lagi kebijakan pemerintah yang mengurangi pajak di sektor properti membantu sektor ini kembali menguat,” kata Chris, Sabtu (29/6).
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan, sejak 2018 saham-saham basis kontruksi dan properti mencatatkan kinerja yang baik karena kencangnya pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintahan Joko Widodo.
Meskipun begitu, ia memperkirakan, saat ini, saham-saham basis konstruksi dan properti sudah mencapai nilai tertingginya. “Secara teknikal elliot wave, pergerakan saham ini sudah berada pada wave 5. Dengan begitu, masih ada kemungkinan harga sahamnya naik tapi terbatas,” kata dia.
Oleh karena itu, menurut dia, ke depannya investor tetap harus mencermati sisi teknikal serta kondisi internal dan eksternal Indonesia yang dapat memengaruhi pergerakan saham ini. Ia menyarankan investor untuk buy on weakness saham-saham basis konstruksi dan properti. “Dalam artian tidak perlu buru-buru untuk memburu sahamnya,” kata Herditya.
Sebelumnya, saat dihubungi Kontan.co.id, Analis MNC Sekuritas Muhamad Rudy Setiawan merekomendasikan investor untuk buy saham BSDE dan CTRA, serta hold saham SMRA. Ia menargetkan harga saham BSDE dalam jangka panjang bisa mencapai level Rp 1.610 per saham, CTRA Rp 1.310 per saham, dan SMRA Rp 1.100 per saham.
Sementara itu, Chris Apriliony memprediksi harga saham di sektor properti masih bisa menguat karena secara fundamental tergolong masih murah. Untuk itu, ia menyarankan investor untuk buy saham BSDE dengan target harga jangka panjang Rp 1.900 per saham, SMRA Rp 1.500, WIKA Rp 3.000, WSKT Rp 2.700, dan target harga APLN Rp 400 per saham. Per perdagangan Jumat (28/6), harga saham BSDE adalah Rp 1.535 per saham, CTRA Rp 1.150, SMRA Rp 1.220, WIKA Rp 2.430, WSKT Rp 2.010, dan harga APLN Rp 240 per saham.
Saham-saham lainnya
Selain sektor basis konstruksi dan properti, ada beberapa emiten dari sektor lain yang menempati sepuluh besar ketiga indeks tersebut sepanjang semester I-2019. Salah satunya adalah sektor telekomunikasi, yaitu ISAT dan EXCL.
Chris mengatakan, harga saham sektor telekomunikasi terdorong karena peningkatan konsumsi layanan telekomunikasi di tengah tahun politik. Selain itu, juga karena ada isu merger dan akuisisi dalam sektor ini. “Mulai dari pembelian kembali (buyback) saham ISAT, merger ISAT dan FREN, serta EXCL yang juga diisukan merger dengan ISAT dan FREN,” kata dia.
Sementara itu, menurut Herditya, kenaikan saham EXCL didorong oleh adanya rencana pembangunan infrastruktur 5G dan pembangunan jaringan di pelosok-pelosok Indonesia. Begitu juga dengan ISAT yang dikabarkan akan diakuisisi oleh operator telekomunikasi terbesar asal Vietnam, Viettel.
Kemudian, menurut Chris, saham BRPT menjadi menarik karena perusahaan ini melaksanakan right issue untuk membeli Star Energy pada tahun lalu. Untuk MEDC, harga saham mengalami kenaikan karena harga minyak yang menguat serta adanya kabar akan mengakuisisi Ophir Energy.
Selanjutnya, kata Chris, harga saham MNCN menguat karena perusahaan ini mencatatkan kinerja yang cukup baik dibanding tahun lalu. Per kuartal I-2019, MNCN membukukan pendapatan Rp 1,88 triliun atau naik 17,5% secara year on year (yoy) dan laba tahun berjalan Rp 584,96 miliar atau naik 97,7% yoy.
Meskipun begitu, Chris mengatakan, rata-rata perusahaan yang mencatatkan peningkatan cukup signifikan adalah perusahaan-perusahaan yang berada pada valuasi fundamental yang murah.
Ke depannya, harga saham-saham di sektor telekomunikasi masih bisa mengalami kenaikan karena secara fundamental tergolong masih murah.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan untuk buy saham EXCL dengan target harga jangka panjang Rp 3.400 per saham. Sebaliknya, ia menyarankan investor untuk menghindari MNCN dan BRPT dalam jangka pendek. Alasannya, kedua saham ini sudah overbought dan ada kemungkinankan untuk berada dalam tren penurunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News