Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja pasar saham diperkirakan bisa rebound di semester II 2019 karena penurunan suku bunga juga berdampak positif bagi pasar saham.
Sekedar informasi kinerja pasar saham sepanjang semester awal tahun ini kalah dengan kinerja pasar obligasi dan emas. Sepanjang semester I 2019, pasar obligasi memimpin kinerja tertinggi dibanding instrumen investasi lainnya.
Indonesia Composite Bond Index (ICBI) indeks yang menunjukkan kinerja pasar obligasi tercatat naik 7,9% ke level 260,27 di sepanjang semester I 2019. Mengikuti, kinerja reksadana pendapatan tetap yang memiliki aset obligasi juga menunjukkan kinerja tertinggi diantara jenis reksadana lain. Sejak awal tahun hingga per 27 Juni 2019, kinerja indeks reksadana pendapatan tetap naik 5,23%.
Kinerja instrumen investasi yang cukup tinggi di semester I 2019 juga dicatatkan oleh harga emas yang naik 5,7%.
Sementara, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang semester I 2019 baru naik 2,65%. Sedangkan, kinerja valas pasangan USD/IDR di periode yang sama juga hanya naik di sekitar 2%.
Namun, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto optimistis, kinerja pasar saham bisa rebound di semester II 2019. "Kalau tren penurunan suku bunga terus terjadi pasar saham juga bisa menyusul kinerja, proyeksi kami IHSG mencapai 7.200-7.400 di akhir tahun," kata Rudiyanto, Jumat (28/6).
Di semester I 2019, pasar saham hanya tumbuh tipis, karena tertekan neraca perdagangan di periode April yang tercatat defisit US$ 2,5 miliar atau menjadi defisit terbesar sepanjang sejarah.
Bagi investor konservatif yang akan cenderung memilih aset obligasi melalui reksadana pendapatan tetap, Rudiyanto memperkirakan, instrumen tersebut masih bisa catatkan pertumbuhan 8%-12% di tahun ini.
Sementara, bagi investor agresif yang cenderung memilih saham, Rudiyanto mengingatkan, potensi pertumbuhan IHSG masih ada, namun volatilitas tinggi masih akan terjadi. "Risiko pasar saham bisa datang dari currenct account deficit yang melebar di kuartal II atau defisit capai 3,2% ke atas dan berita perang dagang dari Trump masih akan ada hingga 2020," kata Rudiyanto.
Sedangkan Eko Endarto, Financial Planner merekomendasikan racikan portofolio bagi investor konservatif di semester II 2019, bisa memasukkan 20% di instrumen pasar uang, 40% pada reksadana pendapatan tetap atau aset obligasi lainnya, dan sisanya masukkan instrumen berjangka panjang seperti saham.
Sementara, bagi investor agresif, Eko menyanrankan memasukkan 70% pada aset saham atau properti, 20% pada emas atau reksadana pendapatan tetap dan 10% pada instrumen pasar uang.
Di semester II 2019, Eko optimistis kinerja instrumen pasar saham dan obligasi akan tumbuh lebih baik lagi karena ketidakpastian kondisi politik dalam negeri telah usai setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemilihan presiden.
Pertumbuhan ekonomi dalam negeri juga bisa tumbuh seiring tren penurunan suku bunga dan giro wajib minumum (GWM) yang BI turunkan.
"Bagi investor jangka panjang bisa pilih aset saham atau nambah investasi di sektor properti," kata Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News