kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.546.000   5.000   0,32%
  • USD/IDR 16.205   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.065   -15,76   -0,22%
  • KOMPAS100 1.047   -0,56   -0,05%
  • LQ45 821   -0,42   -0,05%
  • ISSI 210   -0,21   -0,10%
  • IDX30 422   -0,40   -0,10%
  • IDXHIDIV20 504   -0,41   -0,08%
  • IDX80 120   -0,22   -0,18%
  • IDXV30 123   -0,06   -0,04%
  • IDXQ30 140   -0,22   -0,16%

Menakar Dampak Bergabungnya Indonesia ke BRICS Terhadap Stabilitas Rupiah


Kamis, 09 Januari 2025 / 19:50 WIB
Menakar Dampak Bergabungnya Indonesia ke BRICS Terhadap Stabilitas Rupiah
ILUSTRASI. Petugas menunjukkan uang pecahan rupiah dan dolar AS dan di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (6/11/2024). Bergabungnya Indonesia ke aliansi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) berpotensi menstabilkan nilai tukar rupiah.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bergabungnya Indonesia ke aliansi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) berpotensi menstabilkan nilai tukar rupiah. Karena hal ini dapat mengurangi ketergantungan rupiah terhadap dolar AS. 

Untuk diketahui, Indonesia resmi bergabung menjadi anggota penuh aliansi ekonomi bentukan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Penetapan Indonesia sebagai anggota BRICS ini disampaikan pemerintah Brasil sebagai Ketua BRICS 2025, pada 6 Januari 2025.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, bergabungnya Indonesia ke BRICS berpotensi meminimalkan tekanan dolar AS terhadap rupiah. 

Baca Juga: Efek Indonesia Gabung BRICS, Begini Prospek Rupiah Selanjutnya

Hal itu seiring meningkatnya transaksi mata uang lokal atau local currency transactions (LCT) di antara negara-negara BRICS.

Transaksi non dolar AS di lingkungan BRICS tersebut dapat membantu menstabilkan nilai tukar rupiah dan membuatnya tidak terlalu rentan terhadap fluktuasi dolar AS.

‘’Semakin banyak menggunakan rupiah dalam transaksi, maka perputaran IDR akan semakin luas, dan semestinya hal ini dapat memberikan lingkungan nilai tukar yang lebih stabil,’’ ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Kamis (9/1).

Baca Juga: Indonesia Gabung BRICS, Pertumbuhan Ekonomi Terdongkrak Sampai 0,3%

Sutopo menuturkan bahwa meningkatnya jumlah negara yang bergabung dengan BRICS, artinya mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Permintaan terhadap dolar AS dapat menurun jika banyak negara melepaskan diri dari ketergantungan pada perdagangan dengan USD.

Negara-negara BRICS pun sedang menjajaki penciptaan mata uang cadangan baru yang didukung oleh sekeranjang mata uang masing-masing.

Mata uang baru ini dapat memberikan negara-negara tersebut kemandirian ekonomi yang lebih besar dan mengurangi ketergantungan mereka pada mata uang negeri paman sam. 

‘’Pergeseran ini dapat mengubah dinamika ekonomi dan geopolitik global. Negara-negara yang mengurangi ketergantungan mereka pada dolar mungkin kurang dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan sanksi AS,’’ sebut Sutopo. 

Kendati demikian, Sutopo menilai, Dolar AS sejauh ini tetap dominan dalam transaksi keuangan global, dan proses de-dolarisasi akan memakan waktu. Indonesia perlu menavigasi tantangan ini dengan hati-hati untuk memaksimalkan manfaat keanggotaannya di BRICS.

Baca Juga: Intip Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Pilihan untuk Hari Ini (9/1)

Dolar AS kemungkinan akan tetap menjadi mata uang dominan meski banyak negara ramai buang dolar AS atau dedolarisasi.

Hal itu mengingat AS memiliki peran yang mapan dalam perdagangan dan keuangan global. Suku bunga tinggi dan kebijakan ekonomi yang kuat di AS juga dapat terus mendukung nilai dolar.

Selanjutnya: Pernyataan Menperin Terkait TKDN Apple

Menarik Dibaca: Ada Telur, Ini 5 Menu Sarapan untuk Menurunkan Berat Badan Lebih Cepat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait


TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×