Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan ini menjadi yang paling ditunggu para pelaku pasar karena adanya FOMC Meeting September. Dalam rapat kali ini, investor menantikan seperti apa sikap lanjutan dari Federal Reserve mengenai rencana melakukan tapering off.
Seperti yang diketahui, pada FOMC Meeting sebelumnya, The Fed sudah sempat membeberkan rencananya akan melakukan tapering pada akhir tahun ini. Namun, detail mengenai timeline dan teknisnya belum diungkapkan. Oleh sebab itu, pasar berharap rapat kali ini sudah memberikan kepastian mengenai kedua hal tersebut.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menjelaskan, ada dua kemungkinan hasil dari FOMC Meeting kali ini dampaknya terhadap pasar mata uang.
Pertama, The Fed belum akan mempertegas sikapnya soal teknis dan mekanisme tapering. Hal ini mungkin terjadi karena sekalipun beberapa data ekonomi AS membaik, nyatanya data tenaga kerja AS untuk Agustus justru malah lebih rendah dari perkiraan.
Jika hal tersebut terjadi, pasar justru akan melakukan aksi jual terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Apalagi secara teknikal, mata uang the greenback ini sudah mengalami penguatan dalam seminggu terakhir.
“Kalau begini, mata uang utama maupun mata uang emerging market akan mengalami penguatan lantaran dolar AS yang melemah,” jelas Alwi kepada Kontan.co.id, Senin (20/9).
Apalagi, mata uang utama lainnya seperti euro maupun poundsterling berpotensi untuk hawkish. Alwi menyebut hal tersebut seiring dengan sikap masing-masing bank sentral yang akan melakukan pengetatan kebijakan moneter.
Baca Juga: Tekanan masih akan menyelimuti rupiah pada perdagnagan Selasa (21/9)
Kedua, jika yang terjadi adalah The Fed mengumumkan timeline maupun ada perkembangan terbaru soal tapering, dolar AS disebut akan mengalami penguatan. Alhasil, mata uang utama lainnya akan mengalami pelemahan.
Sementara untuk rupiah, menurut Alwi, sekalipun melemah tidak akan signifikan dan merupakan hal yang wajar. Dengan kondisi data-data ekonomi belakangan yang mulai membaik, serta prospek ekonomi Indonesia yang juga terus membaik, hal ini akan menjadi peredam pelemahan rupiah agar tidak terlalu dalam.
Di luar mata uang utama, Alwi melihat dolar Kanada berpotensi mengalami kenaikan terlepas apapun dari hasil FOMC Meeting. Ia menjelaskan, dari suku bunga acuan, Kanada memiliki imbal hasil yang tidak berbeda jauh dengan AS. Selain itu, bank sentral Kanada juga memastikan akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun depan, lebih cepat dari sikap The Fed.
Lebih lanjut, Alwi bilang, dolar Kanada juga akan diuntungkan dengan tren positif harga minyak belakangan ini. Apalagi, banyak bank investasi yang memperkirakan minyak mentah dunia bisa tembus ke US$ 80 per barel. Saat ini, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 73-an per barel.
“Sentimen yang berpotensi mempengaruhi adalah pemilu Kanada, tapi, jika Justin Trudeau kembali menang, ini akan jadi sentimen positif untuk dolar Kanada sehingga bisa dipertimbangkan untuk dikoleksi,” imbuh Alwi.
Pada akhir tahun ini, Alwi memperkirakan, setidaknya pasangan USD/CAD masih akan menguat dan bergerak ke level 1.30. Sementara untuk USD/IDR, proyeksinya ada di kisaran Rp 14.180 jika dolar AS mengalami tren pelemahan.
Namun, jika the greenback justru terus menguat, rupiah akan berada dalam kisaran Rp 14.300 per dolar AS pada akhir tahun.
Selanjutnya: Pasar cenderung wait and see, IHSG diprediksi lanjutkan pelemahan pada Selasa (21/9)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News