Reporter: Dityasa H. Forddanta | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tongkat kepemimpinan Grup Bakrie telah berpindah. Kini, grup bisnis yang dulu sempat berjaya ini dipimpin oleh generasi ketiga Keluarga Bakrie.
Namun, perbaikan bisnis di grup ini belum terlihat merata. Selain sektor tambang, kinerja emiten Grup Bakrie lain masih mencatatkan rapor merah.
PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) misalnya. Perusahaan masih membukukan rugi bersih Rp 45,12 miliar selama periode sembilan bulan pertama tahun ini.
Kerugian itu memang mengecil 81,21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 240,21 miliar. Namun, jika menilik hasil kinerja medio 2020, BNBR membukukan kerugian Rp 929,46 miliar dari sebelumnya untung Rp 852,96 miliar pada 2019.
Baca Juga: Total utang BLBI Rp 22,6 miliar, keluarga Bakrie sudah mencicil Rp 10,3 miliar
Penurunan pendapatan dan beban bunga masih menjadi pemicu utama penurunan kinerja. BNBR mencatat penurunan pendapatan 20,71% secara tahunan menjadi Rp 1,57 triliun hingga kuartal tiga kemarin. Beban bunga dan keuangan juga cenderung stagnan, dengan kenaikan 0,01% secara tahunan menjadi Rp 117,97 miliar.
Kinerja PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) memiliki tren serupa. Kerugian bersih membengkak menjadi Rp 74,8 miliar di kuartal III 2021 dari sebelumnya Rp 61,89 miliar. Padahal, pendapatan melonjak 242% secara tahunan menjadi Rp 27,79 miliar. Kenaikan beban pokok dan usaha menjadi pemicu penurunan laba bersih.
Sementara, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) perusahaan belum rampung menyusun laporan kinerja operasional dan keuangan kuartal tiga 2021. "Kemungkinan akhir November baru akan kami sampaikan," ujar Dileep Srivastava, Direktur PT Bumi Resources Tbk, Selasa (9/11).
Namun, kinerja BUMI masih lebih baik dibanding entitas lain Grup Bakrie di sektor non-tambang. Sinyal ini tercermin dari nilai cicilan BUMI pada 18 Oktober kemarin.
Pada periode tersebut, BUMI memproses cicilan ke-15 senilai US$ 78,8 juta. Nilai ini mewakili pinjaman pokok sebesar US$ 70,7 juta dan bunga sebesar US$ 8,1 juta untuk tranche A.
Nilai cicilan tersebut merupakan yang tertinggi dibanding cicilan-cicilan sebelumnya. "Selain efisiensi, pembayaran ini juga terbantu oleh kondisi sektor batubara," imbuh Dileep.
Dengan cicilan tersebut, BUMI hingga saat ini telah membayar utang senilai US$ 443,8 juta. Nilai ini terdiri dari pokok tranche A senilai US$ 282,4 juta dan bunga US$ 161,4 juta, termasuk bunga akrual dan bunga yang belum dibayar. Pembayaran berikutnya atas tranche A akan jatuh tempo pada Januari 2022.
Analis Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas menilai, selain BUMI, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) merupakan dua dari sekian entitas Grup Bakrie yang paling menonjol. Gencarnya efisiensi, operasional bisnis yang lebih agresif, ditambah menariknya harga komoditas tambang membuat prospek keduanya menjadi lebih baik.
Namun, saham BUMI dan ENRG masih belum cocok untuk jangka panjang. Belum terkonfirmasinya hasil kinerja jangka panjang membuat kedua saham itu lebih cocok untuk trading. "Ini pun bukan untuk saat ini karena pergerakan keduanya masih cenderung sideways," jelas Sukarno.
Sukarno memasukkan ENRG sebagai daftar pertama untuk dicermati. "Tunggu turun di bawah Rp 105-Rp 110 bisa dilirik lagi," imbuhnya.
Selanjutnya: Bumi Resources (BUMI) optimistis harga batubara tetap tinggi hingga tahun depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News