Reporter: Yuwono Triatmodjo, Teddy Gumilar | Editor: Imanuel Alexander
Dua calon emiten siap mengadu peruntungannya di lantai bursa Indonesia sisa tahun 2012. Mereka adalah PT Baramulti Suksessarana Tbk yang bergerak di sektor tambang dan PT Adi Sarana Armada Tbk yang menggeluti bidang transportasi. Akankah keduanya bernasib mujur?
Dua calon emiten siap meramaikan pasar modal Indonesia lewat penawaran saham perdananya (IPO). Mereka adalah PT Baramulti Suksessarana Tbk dan PT Adi Sarana Armada Tbk.
Masa penawaran awal (book building) Baramulti berlangsung mulai awal pekan lalu (15/10). Masa penawaran saham ditargetkan terlaksana 31 Oktober–2 November 2012. Target perolehan dana dari IPO emiten tambang batubara ini berkisar Rp 418,40 miliar hingga Rp 549,15 miliar.
Sementara itu, Adi Sarana yang bergerak di bidang transportasi ini membidik dana segar antara Rp 489,60 miliar hingga Rp 816 miliar. Masa penawaran ditargetkan berlangsung 6–7 November 2012. Bagaimana prospek kedua calon emiten di bursa ini? Berikut ulasannya:
Baramulti Suksessarana
Prospek harga komoditas yang sedang kembang kempis tak menyurutkan niat PT Baramulti Suksessarana Tbk melantai di bursa efek. Mereka akan melepas 261,50 juta saham, setara 10% dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Dengan harga penawaran saham IPO antara Rp 1.600 hingga 2.100, Baramulti berharap mendapat dana segar antara Rp 418,40 miliar hingga Rp 549,15 miliar.
Baramulti mengalokasikan sekitar 34,7% dari dana hasil IPO kelak untuk melunasi sisa pinjaman ke CIMB Niaga yang tersisa US$ 18 juta. Lalu, 10,9% lainnya akan digunakan untuk belanja modal dan 45,8% untuk penyertaan modal di entitas anak usaha. Sisa sebanyak 8,6%, bakal dipakai sebagai modal kerja perusahaan ini.
Sayang, jumlah saham yang mereka lepas ke publik hanya 10% dari total modal yang ditempatkan dan disetor penuh. “Kurang begitu likuid bagi investor,” cetus Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities.
Yang menarik dari calon emiten ini adalah kerjasama mereka dengan Tata Power Company Limited (Tata Power), korporasi bidang energi terbesar di India. Sekadar mengingatkan, Tata Power adalah juga pemegang 30% saham di PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal, dua perusahan tambang batubara milik PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Dalam kontrak 17 Juli 2012 lalu, Baramulti berjanji menjual sekitar 625.000 ton atau 13% dari total produksinya, dipilih yang paling besar, ke Tata Power tiap tahun. Jumlah iniakan bertambah menjadi 26%. Syaratnya, Tata Power lewat perusahaan terafiliasinya, Khopoli Investments Limited, mengeksekusi opsi pembelian saham Baramulti sebanyak 26% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Saham ini merupakan milik sindikasi pemegang saham mayoritas saat ini, yakni Athanasius Tossin Suharya, Herry Angkasa, dan Stephen Iganatius Suharya.
Aliansi strategis dengan Tata Power bisa berlangsung setelah pada 30 April 2012 Baramulti meningkatkan kepemilikannya menjadi 99% di PT Antang Gunung Meratus dari sebelumnya sekitar 50%. Anak usaha Baramulti ini memproduksi batubara berkalori tinggi antara 5.320 kkal/kg–7.007 kkal/kg dengan jumlah produksi tahun 2011 mencapai 1,86 juta ton.
PT CIMB Securities, penjamin pelaksana emisi saham Baramulti, menyebut, dengan harga Rp 1.600–Rp 2.100, maka rasio harga terhadap laba bersih (PER) 2013 saham perdana Baramulti hanya 8,6–11,5 kali.
Berdasarkan riset yang dibuat Stevanus Juanda, analis JP Morgan, Agustus silam, estimasi rata-rata PER emiten tambang batubara di Indonesia tahun 2012 dan 2013 adalah 12,6 kali dan 11,8 kali. Sementara, Reza menghitung PER emiten tambang tahun ini berkisar 9–10 kali. “Tentu masih menarik untuk dikoleksi,” tutur Reza.
Namun, prospek komoditas yang belum stabil membuat Reza lebih menyarankan investor trading buy saham IPO Baramulti. Ini untuk memanfaatkan momen kenaikan harga setelah pencatatan perdana dan koreksi sesudahnya. Maklum, harga batubara masih tertekan.
Selama 2011, harga batubara memang rata-rata berkisar US$ 115–US$ 120 per ton. Wajar jika Baramulti dalam prospektusnya mengaku memperoleh harga rata-rata penjualan US$ 118 per ton tahun lalu. “Namun tahun ini, saya perkirakan hanya US$ 83–US$ 84 per ton. Ini mungkin akan menggerus kinerjanya,” kata Reza.
Adi Sarana Armada
PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA), calon emiten transportasi, rencananya melepas 1,36 miliar saham atau setara 40,03% dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh. Dengan harga penawaran Rp 360–Rp 600, Adi Sarana bakal meraup dana segar antara Rp 489,60 miliar–Rp 816 miliar.
Rencananya, Adi Sarana memakai 58% dana IPO untuk membeli 2.338 kendaraan baru. Kini, Adi Sarana memiliki lebih dari 10.000 kendaraan. Tambah-an sekitar 23% armada baru ini tentu akan berpengaruh signifikan ke kinerja Adi Sarana.
Sedangkan sekitar 32% lainnya atau setara Rp 156,67 miliar–Rp 261,12 miliar, Adi alokasikan untuk pembayaran utang bank, yaitu ke Bank Mandiri, QNB Kesawan, BII, Bank BCA, Bank BCA Syariah, Bank OCBC NISP, dan Bank ANZ Panin.
Sementara, sisa dana IPO sebesar 10% akan dipakai untuk pengembangan infrastruktur dan jaringan usaha. Bentuknya berupa pembangunan tiga kantor cabang di Jabodetabek, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Timur. Kini, mereka memiliki 15 kantor cabang, 11 kantor perwakilan, 3 kantor, dan 12 titik operasional logistik, serta 2 outlet Galeri Mobil. Wilayah operasional Adi Sarana tersebar di kota-kota besar Tanah Air.
IPO memang satu cara bagi entitas ini untuk meraup dana segar agar bisa berekspansi dan mempercantik kinerja ke depan saat utang sudah terlalu besar. Asal tahu saja, kewajiban atau liabilities Adi Sarana sudah kelewat besar. Per Juni 2012, nilainya mencapai Rp 1,37 triliun. Padahal, ekuitasnya hanya Rp 203,14 miliar. “Rasio liabilitas berbanding ekuitasnya cukup tinggi, yaitu 6,74 kali,” ujar Helen Vincentia, analis Mega Capital Indonesia.
Sebagian besar utang Adi Sarana merupakan utang jangka panjang ke perbankan. Perusahaan ini berutang demi menambah jumlah unit armadanya. Di satu sisi, penambahan jumlah armada bisa meningkatkan kinerja Adi Sarana.
Namun, di sisi lain, pemakaian utang berbunga tinggi untuk pembelian armada tersebut bisa menggembosi kinerja perusahaan ini. Tengok saja, dengan pendapatan per Juni 2012 senilai Rp 353,61 miliar, laba komprehensif Adi Sarana hanya Rp 10,58 miliar. Helen menyebut, beban keuangan sebesar Rp 64,8 miliar merupakan faktor yang menggerus keuntungan bersih Adi Sarana.
Sayang, dana IPO yang dialokasikan untuk membayar utang tak terlalu besar. Jadi, Adi Sarana kelak masih memiliki beban utang sekitar Rp 1,11 triliun–Rp 1,21 triliun. Investor mesti mencermati lebih jauh, apakah utang-utang yang tersisa ini berbunga tinggi dan berpotensi memangkas pendapatan perusahaan transportasi ini.
Terlepas dari tingginya beban utang, calon investor bisa menimbang rencana ekspansi Adi Sarana. Efek penambahan armada dengan modal dana IPO tentu bisa mendongkrak kinerja Adi Sarana. Manajemen Adi Sarana sendiri mempunyai target kinerja ambisius. Untuk 2013 dan 2014, manajemen ASSA memproyeksikan meraup laba bersih masing-masing Rp 138 miliar dan Rp 178 miliar. “Kalau mau, bisa beli untuk investasi long term,” ujar Helen.
Hal lain yang bisa jadi pertimbangan adalah nama besar TP Rachmat. Asal tahu, Adi Sarana adalah bagian dari Grup Triputra, kelompok usaha yang dimiliki oleh mantan Direktur Utama PT Astra International Tbk tersebut.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 04 - XVII, 2012 Saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News