kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mata Uang Asia Loyo Menghadapi Dolar AS


Rabu, 21 September 2022 / 13:19 WIB
Mata Uang Asia Loyo Menghadapi Dolar AS
ILUSTRASI. Sejumlah mata uang Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di sepanjang tahun 2022 berjalan.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah mata uang Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di sepanjang tahun 2022 berjalan. Kondisi ini mempengaruhi kebijakan moneter tiap negara guna membendung ketangguhan dolar AS.

Dolar Hong Kong (HKD), misalnya, menjadi mata uang yang pelemahannya paling kecil sekitar 0,67% secara year to date hingga 20 September 2022. Disusul, dolar Singapura (SGD) yang melemah sekitar 1,05% atas dolar AS. Kemudian, kurs rupiah yang bertengger di posisi ketiga dengan terdepresiasi sekitar 5,03% dari awal tahun.

Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, pelemahan HKD atas USD terbilang kecil karena dipengaruhi penerapan currency peg terhadap dolar AS, dan hanya bergerak dalam range ketat HKD 7,7 - 7,8 per dolar AS.  

Sementara untuk SGD menggunakan nilai tukar mata uang mengambang (managed float), namun Bank Sentral Singapura (MAS) aktif memantau dan mengintervensi apabila diperlukan.

"Terlebih MAS juga cukup agresif menaikkan suku bunga tahun ini dari kisaran 0%, sekarang di 2,34%. Hal ini didukung oleh tradisi surplus neraca transaksi berjalan yang kuat," ucap Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (20/9).

Baca Juga: Dolar Singapura Jadi Mata Uang dengan Pelemahan Paling Tipis di Asean Sepanjang 2022

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menambahkan, dolar Hong Kong dan dolar Singapura telah memantapkan dirinya sebagai mata uang paling tangguh di Asia terhadap dolar AS, sejauh ini.

Ia memprediksikan, bank sentral Singapura maupun bank sentral Hong Kong akan memperpanjang pengetatan kebijakan pada pertemuan Oktober 2022 untuk membantu mengendalikan inflasi inti yang mencapai level tertinggi di bulan Juli.

"Bank sentral merespons kenaikan inflasi inti dengan mengarahkan dolar lokal lebih tinggi terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang utamanya. Bank sentral berfokus pada tingkat nilai tukar efektif nominal dolar lokal yang memungkinkannya bergerak dalam rentang kebijakan," ujar Sutopo.

Kendati demikian, Sutopo bilang, aksi bank sentral memperpanjang pengetatan kebijakan moneter tidak menjamin mata uang lokal akan menguat terhadap greenback di tengah reli USD yang luas didukung oleh kebijakan The Fed yang hawkish, ketegangan geopolitik, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi China.

Lukman memperkirakan, dolar Hong Kong tidak akan bergerak di luar rentang HKD 7,7-7,8 per dolar AS walau mungkin cenderung bergerak di range atas, tertekan oleh kebijakan the Fed. Sedangkan dolar Singapura diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS namun menguat terhadap rupiah.

"Dolar Singapura diperkirakan akan berkisar SGD 1,41 terhadap dolar AS di akhir tahun. Saya melihat MAS masih akan menaikkan suku bunga ke kisaran 3% hingga akhir tahun, mengingat inflasi yang mencapai 7% tahunan," kata Lukman.

Sutopo menjelaskan, imbas kenaikan suku bunga di tengah inflasi yang panas menyeret sebagian besar negara berkembang untuk turut menaikkan suku bunga supaya nilai tukar tidak terlalu melemah.

Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) bulan ini, diperkirakan akan menaikan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 4%. Tindakan ini kemungkinan tidak terlalu signifikan pengaruhnya terhadap rupiah. Selain itu, data inflasi September akan menjadi input penting bagi BI untuk menentukan langkah selanjutnya.  

"Lagi pula ukuran 4% jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jepang, Eropa dan AS. Saya pikir IDR secara khusus lebih kuat karena memiliki dukungan sumber daya alam," kata Sutopo.

Lukman berujar, ke depannya rupiah akan ditentukan oleh tingkat inflasi dan respon BI pada kebijakan suku bunga. Rupiah walau didukung oleh fundamental data ekonomi yang kuat, namun suku bunga sangat penting untuk menarik investor.

Hal ini tercermin dari banyaknya investor yang melepas obligasi pemerintah karena ekspektasi inflasi yang akan meningkat, namun Bank Indonesia kelihatannya tidak akan agresif dalam menaikkan suku bunga.

Baca Juga: Rupiah Spot Melemah 0,21% ke Rp 15.016 Per Dolar AS Pada Rabu (21/9) Siang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×