kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Masih panas, harga minyak WTI betah di atas US$ 72 per barel


Rabu, 26 September 2018 / 19:38 WIB
Masih panas, harga minyak WTI betah di atas US$ 72 per barel
ILUSTRASI. Harga minyak dunia


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kekhawatiran pelaku pasar terhadap dampak sanksi larangan Amerika Serikat (AS) terhadap ekspor minyak Iran masih memanaskan harga minyak mentah di atas US$ 72 per barel. Satu per satu negara importir minyak Iran mulai menghentikan permintaan sehingga berpotensi membuat pasar minyak global kian mengetat.

Mengutip Bloomberg, Rabu (26/9) pukul 18.20 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) kontrak pengiriman November 2018 di New York Mercantile Exchange (Nymex) berada di level US$ 72,12 per barel atau melemah 0,22% dari posisi harga di hari sebelumnya. Namun, harga minyak WTI sempat menanjak menembus level tertinggi baru yakni US$ 72,38 pada perdagangan hari ini sebelum akhirnya tekoreksi tipis.

Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, para pelaku pasar tampaknya masih mengantisipasi dampak berkurangnya suplai minyak global pasca sanksi AS berlaku pada Iran di November mendatang. "Sudah ada aksi nyata juga dari India yang kelihatannya mulai menutup keran impor minyak Iran di bulan November," ujar Deddy, Rabu (26/9).

Selain itu, Faisyal, analis Monex Investindo Futures menambahkan, harga minyak juga masih ditopang oleh sentimen dari OPEC dan negara-negara produsen minyak lainnya yang belum menunjukkan tanda-tanda meningkatkan produksi di tengah potensi pengetatan pasar akibat sanksi AS ke Iran.

"Meski ada komentar dari Donald Trump yang tidak senang dengan harga minyak yang tinggi, Arab Saudi dan sekutu negara produsen lainnya belum terlihat akan menaikkan produksi," ujar Faisyal, Rabu (26/9).

Selain itu, akhir pekan lalu, data Baker Hughs juga menunjukkan adanya penurunan aktivitas rig pengebor minyak AS dari 867 menjadi 866 rig. Menurut Faisyal, penurunan produksi minyak AS di tengah sentimen sanksi Iran membuat harga minyak stabil menguat.

Kendati begitu, arah pergerakan harga minyak selanjutnya juga tengah menanti sejumlah data yang akan memberi sentimen. Pertama, data cadangan minyak mingguan AS yang akan dirilis Energy Information Administration (EIA) nanti malam. "Cadangan masih diproyeksi turun, tapi penurunannya tidak sebesar pekan lalu. Tergantung pasar nanti meresponnya seperti apa data EIA tersebut kalau memang benar masih ada penurunan," kata Faisyal.

Senada, Deddy juga menyebut, pergerakan harga minyak masih bergantung pada tingkat produksi maupun cadangan minyak AS. Apalagi, kata Deddy, American Petroleum Institute (API) tadi pagi merilis data cadangan minyak mingguan AS melonjak sebanyak 2,9 juta barel.

"Kalau data cadangan yang resmi dari EIA sejalan dengan data API, artinya ada kenaikan cadangan, ini bisa mengoreksi harga minyak karena kembali menimbulkan sentimen potensi naiknya produksi minyak AS ke depan. Terutama setelah Trump mengomentari OPEC karena level harga minyak yang tinggi sekarang," terang Deddy.

Selain itu, pernyataan Federal Reserve dalam pertemuannya malam ini juga akan turut memengaruhi laju harga minyak selanjutnya. Pernyataan-pernyataan hawkish dari petinggi The Fed, menurut Faisyal, berpeluang membawa dollar menguat sehingga harga minyak mentah rawan koreksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×