Reporter: Intan Nirmala Sari, Yoliawan H | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham domestik hampir kehabisan katalis pada Juli ini. Harapan kini hanya tertuju pada rilis laporan keuangan emiten. Padahal, sentimen negatif dari eksternal masih akan membayangi; termasuk perang dagang dan ekspektasi kenaikan suku bunga Amerika Serikat.
Seperti diketahui, bulan ini, sentimen yang ditunggu-tunggu adalah keputusan suku bunga Bank Indonesia. Namun, pekan lalu, bank sentral memutuskan menahan suku bunga di 5,25%.
Analis Binaartha Parama Sekuritas M. Nafan Aji menilai, pasar akan mengantisipasi kenaikan suku bunga Federal Reserves. Rencana kenaikan suku bunga dua kali lagi pada tahun ini sudah berada di jalurnya sehingga imbasnya cenderung negatif.
Selain itu, pasar akan menunggu hasil pertemuan para menteri keuangan G20 pada 21–22 Juli. "G20 kemungkinan mengangkat isu kebijakan proteksionisme perdagangan, sekaligus mencari solusi," katanya, Kamis (19/7).
Kondisi minim sokongan domestik menyebabkan risiko Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan bakal lebih besar. Itu sebabnya, investor harus selektif memilih saham.
Meski pasar rentan tekanan, kata Nafan, sejumlah sektor masih berprospek hingga akhir bulan ini. Antara lain sektor konsumer, keuangan, manufaktur, aneka industri dan properti.
Catatan Bloomberg, sepanjang bulan ini hingga 20 Juli, sektor konsumer naik 0,35%, keuangan naik 1,82%. Indeks sektor properti naik paling tinggi yaitu 3,08%. "Paling prospektif consumer goods. Karena survei indeks konsumen sejak April hingga sekarang menguat siginifikan," kata Nafan, Kamis (19/7).
Saham perbankan juga masih berprospek cerah. Rasio kredit bermasalah juga masih terkendali. Sementara, properti berpeluang bagus karena dampak lanjutan dari kebijakan pelonggaran loan to value (LTV).
Efek ke komoditas
Analis Senior Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar menilai, kurs rupiah akan mendapat banyak tekanan eksternal, terutama karena perang dagang dan pergerakan harga komoditas.
Meski begitu, ia melihat tambang batubara masih cukup tangguh. Saat rupiah menyentuh Rp 14.500 per dolar AS, sektor batubara paling diuntungkan. "Bisnis yang punya basis ekspor besar sangat diuntungkan," paparnya.
Edwin Sebayang, Head of Research MNC Sekuritas bilang, perang dagang mungkin memicu banjir barang China di Indonesia. Namun, ini tidak berpengaruh besar untuk sektor industri. Justru lebih rawan terimbas ke sektor komoditas. "Ada potensi ancaman ekspor komoditas ditutup, paparnya.
Meski begitu, Edwin melihat, komoditas batubara masih cukup kuat. Ia merekomendasikan saham ITMG, INDY dan ADRO.
William menyarankan INDY dengan target harga Rp 4.200 dan MBSS dengan target Rp 800.
Kata Nafan, saat IHSG terkorektif, investor bisa memanfaatkannya untuk netting. Misalnya saham perbankan yang posisinya sudah bottom. Rekomendasinya, saham BMRI, BBRI, dan BBNI. Sektor properti yang menarik CTRA, ASRI, dan BSDE. Saham konsumer disarankan INDF, GGRM, HMSP, dan UNTR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News