Reporter: Amalia Fitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investment Specialist PT Manulife Asset Management Indonesia (MAMI), Dimas Ardhinugraha, menyatakan stabilitas rupiah akan lebih terjaga di tahun 2019.
"Di awal 2019, banyak pelaku pasar pesimis terhadap outlook ekonomi 2019. Wajar saja, sebab banyak faktor ketidakpastiannya," ujar Dimas dalam siaran pers Market Update Februari 2019.
Dimas menyebut faktor ketidakpastian tersebut di antaranya adalah, kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) sebanyak empat kali, perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan mitra dagangnya, serta kondisi rupiah yang sempat menembus Rp 15.000 per dollar AS. Selain itu, data perdagangan dan manufaktur juga sempat menunjukan penurunan di tahun 2018.
Berdasarkan indeks manufaktur global yang dirilis JP Morgan Chase & Co dan IHS Markit alias The JP Morgan Global Manufacturing PMI pada Januari 2019 lalu, indeks manufaktur global pada Desember 2018 berada pada level 51,5, turun dari posisi indeks sebelumnya yaitu 52,0 pada November 2018.
Secara rata-rata, indeks manufaktur global sepanjang kuartal IV-2018 hanya mencapai 51,8. Angka ini merupakan yang terendah sejak kuartal-III 2016. "Tapi pelaku pasar hanya melihat data-data yang jelek. Kalau dianalogikan seperti memakai kacamata kuda yang tidak bisa lihat kanan kiri, mereka tidak lihat ada data bagus di kanan dan kiri itu," jelasnya.
Dimas menjabarkan sinyal positif ekonomi yang dianggapnya kerap hilang dalam pembahasan, yakni hasil data sektor ketenagakerjaan dan sektor jasa yang tumbuh.
Menilik pernyataan Menteri Ketenegakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri pada Oktober 2018, situasi pertumbuhan ekonomi meningkat yang dari 4,88% di tahun 2015 menjadi 5,02%, di tahun 2016 dan tahun 2017 meningkat pada 5,09 %.
Lalu, PDB per-kapita US$ 3.372 pada tahun 2015 meningkat menjadi US$ 3.605 dan naik menjadi US$ 3.876 tahun 2017. Dan turunnya angka kemiskinan dari 10,86% bulan Maret tahun 2016 menjadi 10,64% bulan Maret 2017, dan menurun lagi menjadi 9,82% pada bulan Maret 2018.
Ditambah lagi kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dianggap cukup suportif untuk kondisi ekonomi domestik Indonesia. Dimas menyebut, beberapa hal di antaranya adalah BI akan mengerem kenaikan suku bunga atau bahkan bisa menurunkan suku bunga ke depannya.
Dari sisi pemerintah, anggaran bantuan sosial juga telah dinaikan sebesar 33% untuk mendukung daya beli masyarakat. Angka ini lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya atau bahkan sejak 2015. "Data penjualan ritel, mobil dan data pertumbuhan kredit perbankan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan demikian, kondisi ekonomi dan rupiah akan lebih stabil tahun ini," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News