kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.889   41,00   0,26%
  • IDX 7.204   63,03   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   10,86   0,99%
  • LQ45 878   11,63   1,34%
  • ISSI 221   0,93   0,42%
  • IDX30 449   6,38   1,44%
  • IDXHIDIV20 540   5,74   1,07%
  • IDX80 127   1,43   1,14%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

Manajer investasi masih ogah garap KIK infrastruktur


Jumat, 04 Mei 2018 / 09:31 WIB
Manajer investasi masih ogah garap KIK infrastruktur
ILUSTRASI. Proyek LRT Jabodebek


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan mengenai dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif, atau istilah kerennya DINFRA. Meski begitu, produk investasi yang sekaligus alternatif pendanaan infrastruktur ini belum dilirik para manajer investasi.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menjelaskan, DINFRA dirancang untuk menghimpun dana investor. Dana ini nantinya dapat diinvestasikan, baik langsung pada proyek infrastruktur fisiknya maupun pada efek atau surat utang.

Sejatinya produk ini lebih menarik ketimbang instrumen pendahulunya, lantaran memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam hal pilihan underlying asset. "Thailand merupakan salah satu negara yang sukses menerbitkan DINFRA. Melalui instrumen ini, per 30 April lalu, mereka meraih dana sebesar THB 66 miliar atau setara Rp 29 triliun rupiah untuk mendanai proyek MRT Bangkok," kata Hoesen, Kamis (3/5).

Menurut Head of Alternative Investment & Product Division Mandiri Manajemen Investasi (MMI) Nugroho Prasetyo, DINFRA dapat menjawab kebutuhan investor yang ingin tetap memperoleh recurring income setiap tahun, terlepas dari apakah proyek yang menjadi acuan adalah proyek greenfield ataupun brownfield. Selain itu, tidak ada batasan jumlah investor yang dapat berpartisipasi, membuat produk ini bisa dimiliki siapa saja.

Aturan belum jelas

Selain bagi investor, sebenarnya produk ini bisa menguntungkan manajer investasi. Karena melalui KIK DINFRA, manajer investasi dimungkinkan melakukan fund-raising terlebih dahulu sebelum menentukan proyek mana yang jadi aset dasar. "Jadi MI akan fund-raising dengan memberikan gambaran pilihan sektor dan beberapa opsi proyek yang potensial tanpa perlu menentukan proyek yang dipilih sejak awal," kata Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo.

Namun, para manajer investasi masih menilai DINFRA masih memiliki banyak celah. Salah satunya, sosialisasi ke masyarakat yang kurang.

Belum lagi, penetapan aturan pajak untuk produk ini belum jelas. "Tapi, sampai sekarang, soal perpajakan DINFRA belum tersentuh sama sekali. Sebagai manajer investasi, kami mendorong terus supaya OJK bisa menyelesaikan aturannya setidaknya dalam tahun ini," ujar Soni

Prasetyo menilai, OJK juga harus memperjelas aspek regulasi mengenai DINFRA yang mungkin bisa turut dijadikan pilihan investasi bagi institusi keuangan non-bank (IKNB).

Pudjo Damaryono, Kepala Bagian Pendaftaran Produk Pengelolaan Investasi, Direktorat Pengelolaan Investasi OJK, mengakui, saat ini peraturan perpajakan untuk DINFRA masih dalam tahap koordinasi dengan Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan. "Kami sedang mengupayakan supaya nantinya keempat KIK bisa sama skema perpajakannya," ujar Pudjo.

Karena itu, Bahana dan MMI belum berniat menerbitkan DINFRA dalam waktu dekat. "Proyek infrastruktur itu kan rumit, jangka panjang pula. Investor pasti enggan menempatkan dana pada sesuatu yang mereka enggak pahami," imbuh Soni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×