Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Sementara Head of Equity PT Insight Investments Management Camar Remoa menilai, setiap IHSG kembali mengalami koreksi, hal tersebut bisa menjadi kesempatan yang menarik untuk investor kembali masuk ke reksadana ETF. Apalagi dengan aliran dana asing yang mulai mengalir, IHSG masih akan bergerak naik.
Hitungan Camar, saat ini indikasi rentang pergerakan IHSG di sekitar 5.800-6.000. Sedangkan tahun depan sekitar 6.300-6.800 dengan asumsi pertumbuhan EPS 30%. “Di tengah kondisi pasar baik domestik maupun global yang cenderung fluktuatif, kehadiran produk reksadana Insight ETF FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index bisa menjadi alternatif investasi bagi Investor,” ungkap Camar.
Camar bilang, hasil back-test selama lima tahun menghasilkan total return Indeks FTSE Indonesia – Low Volatility Factor mengungguli indeks lainnya seperti IHSG, IDX30, LQ45 dan MSCI Indonesia. Dalam 5 tahun terakhir (per 30 November 2020), total return FTSE Indonesia Low Volatility Factor mencatatkan kenaikan 60,81%. Sementara IHSG hanya naik 41,34% dan FTSE Indonesia (Original) pun hanya naik 49,47% dalam lima tahun terakhir. Adapun kinerja MSCI Indonesia Index, IDX30 dan LQ45 dalam lima tahun terakhir masing-masing 38%, 39,07%, 33,73%.
“Dengan semakin bertambahnya investor pada ETF menyebabkan pasar sekunder akan lebih likuid, selain itu NAB/UP ETF trendnya juga semakin murah. Jadi semakin murahnya harga di pasar sekunder, investor retail juga dapat ikut serta berinvestasi pada ETF ini. Dengan modal dana Rp 10.000, investor ritel dapat berinvestasi pada reksadana ETF yang di dalamnya merupakan kumpulan saham yang sudah terdiversifikasi,” kata Camar.
Baca Juga: Naik Rp 18 triliun pada November, AUM industri reksadana menyentuh Rp 532 triliun
Bagi investor yang tertarik membeli reksadana ETF saham, pembelian dapat dilakukan melalui dua cara. Mekanisme pertama lewat pasar primer, pembelian atau penjualan dilakukan langsung ke MI, biasanya transaksi ini merupakan transaksi dengan nominal besar karena unit penyertaannya mencapai 100.000 atau satu kreasi.
Mekanisme kedua lewat pasar sekunder, investor dapat membeli dan menjual unit penyertaan ETF dalam satuan lot, di mana satu lot setara dengan 100 unit penyertaan melalui Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satu kelemahan mekanisme ini adalah jika tidak ada permintaan dan penawaran yang sesuai, maka transaksi tidak akan terjadi.
Guna mengatasi permasalahan tersebut, hadirlah diler partisipan, yakni perusahaan sekuritas yang menjadi penyedia likuiditas untuk ETF. Dengan demikian, perusahaan sekuritas menjadi pihak yang bertindak sebagai pembeli dan penjual apabila tidak ada permintaan dan penawaran yang cukup. Saat ini dealer partisipan reksadana ETF tercatat ada tujuh diler partisipan.
Baca Juga: Warren Buffett ungkap 3 alasan cerdas lebih menyukai investasi pasif daripada aktif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News