Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Pesangon yang ditawarkan Perusahaan memiliki nilai yang melebihi standar kewajiban yang ditetapkan undang-undang. Perseroan juga memberikan berbagai dukungan lain di antaranya insentif tambahan, pelatihan, dan serangkaian paket manfaat yang akan mendukung kesiapan karyawan terdampak agar dapat tetap produktif pasca menyelesaikan masa kerja perusahaan.
Baca Juga: BBCA, BBRI, BMRI Paling Banyak Dijual Asing Sepekan, MDKA, UNVR, EMTK Malah Diburu
"Paket dan program terbaik ini adalah wujud penghargaan dan apresiasi tulus kami atas jasa para karyawan yang terdampak yang juga telah berkontribusi bagi kemajuan perseroan selama ini. Bagi Perusahaan, ini bukan keputusan yang mudah. Namun untuk dapat bertahan di tengah situasi yang terus berubah, dan agar dapat tetap relevan di masa depan (future-fit) kami perlu secara berkesinambungan melakukan transformasi pada keseluruhan rantai operasi bisnis Perusahaan”, tutur Reski.
Terkait pengurangan SDM, Reza berpendapat bahwa hal tersebut menjadi salah satu opsi untuk mencapai efisiensi operasional. Menimbang komposisi yang ada saat ini, dapat dikatakan apa yang dilakukan UNVR tidak bersifat massal.
Efisiensi tersebut dalam jangka panjang justru positif karena mengurangi beban biaya. Apalagi meski ada efisiensi, pabrik-pabrik tetap beroperasi. Artinya efisiensi pegawai tidak berdampak pada pengurangan kapasitas produksi.
Dalam konteks ini, Reza menekankan efisiensi pada lini SDM perlu diikuti dengan implementasi strategi lainnya secara berkelanjutan.
“Pengurangan SDM itu kalau menurut saya, hal lumrah di tengah kondisi bisnis saat ini, apalagi bisnis saat ini banyak ditopang digitalisasi dan peluang implementasi teknologi di banyak lini,” kata Reza.
Misal dari yang tadinya untuk membuat sebuah produk perlu 10 orang, dengan bantuan digitalisasi teknologi, hanya perlu tiga orang saja. Otomatis sisanya ada terkena efisiensi. Atau jika dimungkinan, bisa saja pengurangan itu dialihkan ke unit produksi yang lain.
Masalahnya, kata Reza, pelaku pasar itu seringkali tak memeriksa data secara langsung, dan hanya membaca dari apa yang tersaji di media sosial. Sehingga menjadi heboh dan tidak sesuai fakta sebenarnya.
“Persepsi pelaku pasar, dan masyarakat seringkali salah dalam menilai pemberitaan, termasuk di sosial media,” ujar Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News