Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi pasar obligasi Indonesia terus menunjukkan sinyal positif di tengah kenaikan kasus Covid-19 domestik. Hal ini tercermin dari hasil lelang surat berharga syariah negara (SBSN) atawa sukuk negara kemarin, Selasa (27/7). Jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 56,69 triliun atau yang tertinggi sepanjang tahun ini.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menuturkan, tingginya minat terhadap SBSN tidak terlepas dari kondisi likuiditas yang memang berlimpah saat ini. Oleh sebab itu, walaupun ketidakpastian meningkat karena kasus Covid-19 yang belum mereda, investor, khususnya perbankan tetap memilih menempatkan dananya pada SBSN.
“Fungsi mereka sebagai intermediary tidak berjalan, sementara dana harus dikelola, akhirnya SBSN yang dijadikan pilihan. Perbankan kan tidak mungkin mendiamkan dana tersebut, lagipula SBSN masih memberikan imbal hasil yang optimal dan bebas risiko, sehingga jadi pilihan ideal untuk saat ini,” kata Ramdhan `kepada Kontan.co.id, Rabu (28/7).
Selain karena kehadiran kelompok perbankan, Ramdhan menyebut pasar SBSN memang secara fundamental sedang tumbuh belakangan ini. Hal ini sejalan dengan dengan industri syariah di Indonesia yang terus berkembang. Oleh karena itu, reksadana syariah, dana pensiun syariah, hingga asuransi syariah pada akhirnya ikut menunjang pertumbuhan pasar SBSN.
Baca Juga: Fundamental oke, investor tak khawatir untuk masuk ke pasar SBSN
Sementara dari investor asing, SBSN sejauh ini disebut memang tidak punya investor asing yang setinggi di pasar surat berharga negara (SBN). Ramdhan meyakini tren ini belum akan banyak berubah mengingat posisi investor asing belakangan ini juga belum sepenuhnya kembali masuk ke pasar Indonesia.
Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, per 26 Juli 2021, porsi perbankan dan nonperbankan bisa dibilang tidak berbeda signifikan. Porsi perbankan sebesar 43,60% dan non-bank sebesar 45,75%. Sementara sisanya dimiliki institusi pemerintah. Dari seluruhnya, porsi investor asing di SBSN hanya sebesar 2,42%
Baca Juga: Yield rendah dan likuiditas domestik yang naik dukung hasil lelang sukuk hari ini
Ramdhan menyebut, tingginya minat perbankan di satu sisi berpotensi menjadi bom waktu bagi pasar SBSN ke depan. Saat ini, keberadaan perbankan memang menjadi katalis positif yang menunjang pasar domestik dan menjaga yield relatif menguat, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, nantinya justru akan menjadi katalis negatif bagi pasar obligasi.
“Ketika fungsi intermediary mereka mulai pulih, dana akan kembali masuk ke sektor riil guna memulihkan ekonomi, akan kembali terjadi switching. Jika tidak diantisipasi, keluarnya kelompok perbankan secara besar-besaran bisa membuat pasar obligasi, termasuk SBSN akan tertekan,” imbuh Ramdhan.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah sudah menyiapkan berbagai strategi pengelolaan agar tidak terjadi keluarnya dana dari pasar SBN dan SBSN secara besar-besaran. Di satu sisi, kembali masuknya investor asing ke pasar SBN akan menjaga stabilitas pasar obligasi ketika terjadi aksi switching dari kelompok perbankan.
“Sayangnya (masuknya asing) sulit dikendalikan, karena posisi merekan kan dipengaruhi faktor eksternal juga. Baiknya, pemerintah bisa menjaga pasar obligasi tetap sehat, likuiditas terjaga, dan kondisinya makronya baik, ini akan membuat asing dengan sendirinya masuk karena yield Indonesia akan menarik,” tutup Ramdhan.
Selanjutnya: Lelang sukuk banjir peminat, ini faktor yang menopangnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News