Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah melesat pada pekan lalu, harga emas gagal mempertahankan penguatannya pada awal pekan ini. Komoditas logam mulia ini terkoreksi sejak awal sesi perdagangan Senin (26/3). Kejatuhan emas disinyalir terjadi karena pasar mencoba mengambil keuntungan alias profit taking usai naik signifikan.
Mengutip Bloomberg, Senin (26/3) pukul 15.30 WIB, harga emas kontrak pengiriman Juni 2018 di Commodity Exchange turun 0,27% ke level US$ 1.352,10 per ons troi. Namun, jika dibandingkan sepekan sebelumnya harga masih menguat 2,17%.
“Ini wajar, setelah naik tajam ada aksi profit taking,” ujar Alwy Assegaf, analis PT Global Kapital Investama Berjangka kepada Kontan.co.id, Senin.
Apalagi, untuk saat ini belum ada perkembangan baru dari kondisi geopolitik yang terjadi di Timur Tengah. Selama harganya masih belum menembus di bawah level US$ 1.336 per ons troi, maka kejatuhannya masih wajar. Namun, kalau sudah mencapai US$ 1.325, baru bisa mengubah tren bullish.
Alwy menyakini, emas akan mampu kembali merangkak naik. Menurutnya, cukup banyak sentimen positif yang bisa mendukung penguatan emas. Isu perang dagang tetap berpeluang melemahkan dollar AS, sedangkan isu kenaikan suku bunga The Fed sudah tidak lagi menjadi katalis negatif bagi emas.
Deddy Yusuf Siregar, analis PT Asia Tradepoint Futures menilai, kejatuhan harga emas kali ini lebih karena pelaku pasar melihat ketegangan perang dagang sedikit teredam. Jika diperhatikan meski China bakal membalas dengan menerapkan tarif impor terhadap AS, tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada yang akan diberlakukan AS.
“Kalau China membidik US$ 3 miliar, tetapi AS mengincar US$ 60 miliar. Ini yang memberi sedikit ketenangan pelaku pasar,” paparnya.
Menurut Deddy, saat ini, level US$ 1.350 per ons troi masih menjadi level resistance psikologis terdekat. Kalau area tersebut sudah ditembus, emas baru berpeluang mengejar level tertinggi yang dicetak Januari lalu yaitu US$ 1.365 per ons troi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News