Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri konstruksi masih tertekan hingga akhir September tahun ini. Bahkan, tiga emiten konstruksi pelat merah mencatat penurunan laba bersih lebih dari 94%.
Sepanjang Januari-September 2020, laba bersih PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) anjlok 96,29% menjadi Rp 50,19 miliar. Laba PT PP Tbk (PTPP) merosot 94,92% yoy menjadi Rp 26,37 miliar dan laba PT Adhi Karya Tbk (ADHI) terjun 95,62% yoy menjadi Rp 15,38 miliar.
Laba emiten BUMN karya yang tumbang ini salah satunya karena penurunan pendapatan. Pendapatan WIKA turun 43,28% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 18,3 triliun. Pendapatan PTPP merosot 37,02% yoy menjadi Rp 10,02 triliun dan ADHI turun 5,36% yoy menjadi Rp 8,94 triliun.
Direktur Utama Wijaya Karya Agung Budi Waskito mengatakan, raihan kinerja WIKA saat ini mencerminkan kemampuan untuk tetap bekerja di tengah tantangan pandemi yang terjadi sejak awal tahun. Hingga September 2020, WIKA telah memperoleh kontrak baru sebesar Rp 6,84 triliun. Saat ini WIKA juga tengah mengikuti proses tender dengan total nilai sekitar Rp 20 triliun-Rp 23 triliun.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Swasta Lebih Tinggi dari Pemerintah
"Dengan demikian, kami yakin akan mampu memenuhi target kontrak baru pada tahun 2020 sebesar Rp 21,37 triliun dan jika ditambah dengan proyek yang sudah diraih, maka order book WIKA mencapai Rp 100 triliun yang bisa kami produksi hingga beberapa tahun mendatang," lanjut Agung.
Analis Sucor Sekuritas Joey Faustian mengatakan, kinerja emiten konstruksi pelat merah tersebut berpotensi membaik di akhir tahun. Biasanya penyerapan anggaran APBN lebih baik di kuartal IV-2020. "Namun penurunan kinerja di 2020 memang akan tetap cukup besar, secara sektoral lebih dari 90% secara tahunan," kata Joey kepada Kontan.co.id, Jumat (30/10).
Dari segi likuiditas Joey melihat emiten konstruksi akan cukup tertekan karena aliran kas masuk di tahun 2020 yang masih ada di bawah ekspektasi. Oleh karena itu akan ada sedikit kenaikan gearing untuk emiten konstruksi karena penambahan utang berbunga sekitar 10% sampai 15%.
Baca Juga: Simak tips cuan di pasar saham dari Direktur Keuangan Reliance Sekuritas Wilson Sofan
Di 2021, lanjut Joey, tentunya kinerja tersebut akan pulih signifikan didukung oleh kenaikan anggaran infrastruktur menjadi Rp 414 triliun yang naik dibandingkan proyeksi untuk 2020 sebesar Rp 281 triliun. Selain itu, ada progres dari pekerjaan proyek-proyek yang diperoleh di kuartal IV-2020.
Dus, untuk jangka pendek Joey masih merekomendasikan hold untuk keempat kontraktor BUMN, karena sentimen jangka pendek masih akan kurang baik dari laporan keuangan kuartal III-2020 yang di bawah ekspektasi. Serta kenaikan angka kasus baru Covid-19 yang belum mereda di Jakarta.
"Juga delay dari tender proyek karena pemilik proyek yang masih wait and see dan tidak maksimalnya progres pembangunan proyek berjalan karena pembatasan mobilitas pekerja dan protokol kesehatan yang ketat," pungkas Joey.
Baca Juga: Merger Emiten dan Keterbukaan Informasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News