Reporter: Agung Hidayat | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. PT Eratex Djaja Tbk, hanya mampu mengeruk laba bersih di kuartal I 2017 ini sebesar US$ 319.757, anjlok 49% di banding kuartal sama tahun lalu yang US$ 604.129. Padahal, emiten berkode ERTX ini, meraih pertumbuhan pendapatan di kuartal I menjadi US$ 18,9 juta.
Sekretaris Perusahaan PT Eratex Djaja Tbk, Juliarti Pudji, mengatakan hal ini disebabkan proyek perluasan pabrik di tahun ini. Seperti yang diketahui, ERTX berencana menambah kapasitas produksi menjadi 7,2 juta potong pakaian per tahun. Perusahaan ini telah menyelesaikan izin prinsip perluasan produksi ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) April tahun ini.
"Saat ini kota masih masa transisi, sehingga efisiensi produksi masih agak terganggu," sebut Juliarti kepada KONTAN (2/5).
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I, beban pokok pendapatan Eratex naik 15% menjadi US$ 17 juta di 2017 ini. Dari beban pabrikasi, upah langsung naik 36% menjadi US$ 6,3 juta di kuartal I 2017 ini. "Biaya operasional dan tenaga kerja memang terus naik," kata Juliarti.
Juliarti juga mengeluhkan persaingan global produk garmen. ERTX yang hampir 100% produknya ekspor harus bersaing dengan negara-negara yang mendapatkan insentif dari pasar ekspornya. "Misalnya pemain seperti Vietnam, Kamboja dan pemain baru Afrika Selatan itu dapat insentif dari USA," kata Juliarti.
Sampai saat ini Amerika serikat merupakan pasar garmen terbesar bagi ERTX. Di 2016, porsi penjualan garmen ERTX ke Amerika Serikat ialah 44,8%. Diikuti oleh Jepang dan Eropa, masing-masing 38,8% dan 8,3%. "Kuartal I ini porsinya kurang lebih sama, tidak banyak berubah," ujar Juliarti.
Untuk itu, ERTX bakal terus meningkatkan efisiensi terhadap produktivitasnya. Menyusul selesainya proyek perluasan dan penambahan produksi garmen. "Kita sedang ganti mesin lama dengan yang baru, tentu bakal ada penyesuaian dulu," sebut Juliarti.
Selain itu pula, ERTX harus menghadapi tantangan mode yang berubah-ubah. Sehingga menuntut pelatihan yang optimal kepada tenaga kerjanya. "Trend yang cepat berubah ini bentuknya tidak stabil, malah cukup mengganggu, soalnya produksi kita mengandalkan tenaga manusia, apalagi di bagian finishingnya," ungkap Juliarti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News