kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kupon mini tak halangi green bond


Senin, 26 Februari 2018 / 13:55 WIB
Kupon mini tak halangi green bond
ILUSTRASI. Ilustrasi Reksadana


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bersamaan dengan penawaran sukuk ritel (sukri), pemerintah juga menerbitkan green bond di pasar global pada pada akhir pekan lalu. Pemerintah menerbitkan obligasi syariah ramah lingkungan bertenor 5 tahun ini dengan nilai US$ 1,25 miliar.

Imbal hasil sukuk hijau pertama yang dikeluarkan negara Asia ini dipatok sebesar 3,75%. Angka ini lebih rendah dari proyeksi imbal hasil yang sebelumnya diprediksi para bankir, yaitu 4,05%. Namun, banyak analis yang menilai surat utang ini masih menarik untuk dikoleksi.

Analis obligasi Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar berpendapat, penerbitan instrumen surat utang syariah bersifat ramah lingkungan ini bakal menarik minat investor di pasar global. Terutama, bagi investor yang memiliki mandat atau preferensi pada surat utang yang mendukung proyek pelestarian lingkungan.

Memang sukuk ini memiliki aset dasar (underlying asset) berupa proyek yang mendukung upaya pelestarian lingkungan. Termasuk di dalamnya pengurangan emisi karbon dan peningkatan penggunaan energi terbarukan.

Akan tetapi, dengan tawaran imbal hasil sebesar 3,75%, Anil menilai minat para investor secara umum tidak akan terlalu besar. Pasalnya, imbal hasil tersebut hanya lebih tinggi 20-30 basis poin (bps) dari obligasi pemerintah bertenor 5 tahun lainnya, yang akan jatuh tempo satu hingga dua tahun sebelum sukuk hijau ini jatuh tempo.

Dus, bagi investor umum yang tidak memburu aset ramah lingkungan, green bond ini sama saja dengan obligasi konvensional. "Sama saja dengan obligasi konvensional yang menawarkan imbal hasil 3,4%–3,5%," kata Desmon, Jumat (23/2).

Memang, secara fundamental, ekonomi Indonesia yang makin positif dapat menarik perhatian investor secara global untuk membeli surat utang Indonesia. Tapi, valuasi juga menjadi faktor penentu.

Investor akan menimbang besaran kupon obligasi yang ditawarkan. "Tahun ini nominal obligasi global yang dirilis pemerintah maupun korporasi dari Indonesia akan lebih besar, namun dimulai dari imbal hasil yang kecil. Kita lihat nanti bagaimana respons pasar selanjutnya," jelas Anil.

Risiko kecil

Di sisi lain, Desmon Silitonga, Fund Manager Capital Asset Management, berpendapat, tawaran kupon sukuk yang lebih kecil ini mengindikasikan surat utang Indonesia minim risiko. Tambah lagi, investor dari negara-negara berwawasan lingkungan tinggi, seperti Eropa, bakal mengincar sukuk hijau ini.

"Selain berprospek ramah lingkungan, obligasi ini juga cukup aman bagi investor," jelas dia. Faktor ini akan membuat investor tetap masuk membeli, walau memberi kupon mini.

Menurut Desmon, pemerintah memang harus memanfaatkan momentum di awal tahun ini untuk menerbitkan surat utang. Sebab, pasar global tengah mengapresiasi obligasi pemerintah yang mengalami perbaikan rating utang versi Standard & Poor's jadi investment grade tahun lalu. "Apalagi jika nanti Moody's kembali menaikkan rating utang, respons pasar akan lebih baik lagi," ujar Desmon.

Dalam penawaran green bond Indonesia pertama ini, pemerintah telah menunjuk CIMB, Citigroup, Bank Islam Dubai PJSC, HSBD dan Abu Dhabi Islamic Bank sebagai bookrunner. Sementara Bahana Sekuritas, Danareksa Sekuritas dan Trimegah Sekuritas Indonesia didaulat menjadi Co-manager.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×