Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Krisis ekonomi global membuat kinerja PT Polychem Indonesia, tbk (AMDG) terus melorot. Beban perseroan makin bertambah akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS). Maklum, sebagian besar bahan baku AMDG masih diimpor dari luar negeri.
Tahun ini, pendapatan AMDG diprediksi hanya mencapai Rp 4,5 triliun, turun dari tahun lalu yang sebesar Rp 4,8 triliun. Sementara laba bersih tahun ini diperkirakan hanya mencapai Rp 45 miliar. Laba bersih ini terpuruk dari pencatatan tahun lalu yang mencapai Rp 288,96 miliar.
Meski demikian, tahun depan perseroan menargetkan pendapatan sebesar Rp 5,5 triliun, tumbuh 22% dari target tahun ini. Sementara laba bersih tahun 2013 diperkirakan bisa tumbuh menjadi Rp 125 miliar. Untuk menggenjot pertumbuhan ini, ADMG berharap pada peningkatan harga jual produk dan optimalisasi kapasitas produksi produk Ethylene Oxcide Derivative (EOD).
Presiden Direktur ADMG Gautama Hartanto mengatakan, pada pertengahan tahun ini, ADMG sudah melakukan ekspansi dengan meningkatkan kapasitas produksi EOD. Hal itu dilakukan dengan membangun pabrik baru di Serang, Banten. Perseroan juga akan mengandalkan pasar dalam negeri karena penjualan ekspor yang masih lesu. Untuk pembangunan pabrik ini, ADMG telah mengalokasikan belanja modal sebesar US$ 17,5 juta tahun ini. Dana ini didapatkan dari kas internal.
Namun, pembangunan pabrik itu belum rampung. Perseroan masih memiliki sisa dana belanja modal sebesar US$ 8 juta. Dana itu akan dialihkan (carry over) ke tahun depan. Gautama bilang, tahun depan perseroan tidak berencana melakukan ekspansi besar-besaran karena akan fokus pada pabrik baru EOD yang akan beroperasi pada pertengahan tahun depan. "Jadi dana belanja modal tahun depan hanya US$ 8 juta untuk menyelesaikan pabrik. Tidak ada ekspansi di unit lain," katanya di Jakarta, Senin (10/12).
Dengan adanya pabrik baru itu, kapasitas produksi EOD akan menjadi 80.000 ton per tahun dibandingkan saat ini yang hanya 40.000 ton per tahun. Sekretaris Perusahaan ADMG Richard Tursadi menambahkan, sebagian besar penopang pendapatan perseroan masih berasal dari produk kimia. Produk kimia menyumbang 44% dari total pendapatan tahun ini, sementara sisanya sebesar 41% disumbang dari Polyester, dan produk nilon sebesar 15%.
Hingga September 2012, perseroan mencatatkan penjualan mencapai Rp 2,88 triliun, turun 5,7% dari periode sama sebelumnya Rp 3,06 triliun. Laba komprehensif perseroan turun menjadi Rp 53 miliar hingga September 2012 dari periode sama sebelumnya Rp 249 miliar.
Saat ini, saham ADMG sebagian besar masih dimiliki oleh PT Satya Mulia Gema Gemilang sebesar 26,01%, sementara sebanyak 25,56% dimiliki oleh PT Gajah Tunggal Tbk, sisanya sebesar 17,21% dimiliki oleh HSBC trustee Ltd, 10,87% oleh PT Agung Ometraco Muda, dan 20,34% dimiliki masyarakat umum.
Sebelumnya, Gajah Tunggal memastikan untuk melepas seluruh sahamnya di ADMG tahun ini. Namun hingga kini perseroan masih belum menerima kabar itu. "Kami belum tahu apakah tahun ini Gajah Tunggal jadi melepas kepemilikannya. Kami tidak masalah dengan hal itu," tandasnya. Menurut Richard, kinerja perseroan tidak akan terganggu dengan aksi korporasi tersebut.Pada perdagangan Senin (10/12), saham ADMG ditutup turun 3% menjadi Rp 360 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News