Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah merampungkan kebijakan pembentukan Central Counterparty (CCP) untuk transaksi OTC derivatif. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) mengakui sebagai pihak yang akan menjadi CCP saat ini masih dalam proses persiapan memenuhi ketentuan yang tercantum di kebijakan tersebut.
Melansir Buku SN PPPK 2018-2024 yang dikeluarkan BI, pembentukan CCP ini untuk menentukan arah kebijakan ke depan yang berfokus pada penyusunan roadmap pendirian CCP, penyiapan pilot project, dan implementasi penuh CCP untuk transaksi OTC derivatif. Adapun dalam jangka panjang, dimungkinkan ada perluasan penggunaan CCP di instrumen pasar keuangan lainnya.
Direktur Utama KPEI Sunandar menjelaskan regulasi tentang peran KPEI sebagai lembaga CCP di pasar OTC Derivatif memang sudah rampung. Namun saat ini masih perlu penjajakan lebih jauh terkait kesiapan KPEI memenuhi ketentuan yang dikeluarkan BI.
“Target waktu hingga KPEI resmi menjadi lembaga CCP di OTC Derivatif money market masih belum diketahui, sebab ada mekanisme atau prosedur yang harus dipenuhi,” jelasnya saat ditemui di JCC Senayan, Jumat (23/8).
Selain itu, waktu pelaksanaannya juga tidak bisa ditargetkan karena pengembangan proyek setelah resmi menjadi CCP di OTC Derivatif market butuh waktu. Sunandar bilang kebutuhan waktu dari sisi KPEI sebenarnya tidak terlalu lama karena akan mengikuti kecepatan persiapan dari BI dan seluruh pemangku kepentingan. Jadi semua tergantung dari target BI sendiri.
Sunandar menjelaskan sudah cukup lama KPEI dengan BI melakukan diskusi mengenai kemungkinan KPEI untuk berperan sebagai CCP di pasar OTC derivatif. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi ketentuan Indonesia sebagai bagian dari anggota G20 yakni infrastruktur di pasar modal maupun keuangan harus lengkap.
Baca Juga: KSEI menerapkan penyelesaian transaksi efek lewat Bank Indonesia
Tentunya pembentukan CCP ini dilakukan untuk menjadikan KPEI sebagai pihak yang bertanggung jawab mengurangi risiko, penjamin transaksi, dan penyelenggara proses manajemen risiko transaksi di luar bursa.
Sunandar menyatakan diskusi itu juga membahas spesifikasi produk yang akan digunakan sebagai produk yang diperdagangkan oleh para pihak nantinya, seperti market operator yang disetujui oleh BI. Selain itu untuk membangun market tidak hanya CCP saja tetapi juga persiapan partisipan, regulasi, dan lain sebagainya.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi menambahkan transaksi bilateral di pasar OTC Derivatif memang perlu ada pihak penengah. “Sebab saat ini banyak investor asing tidak mau masuk ke pasar ini karena tidak ada pihak yang menempatkan diri di antara pembeli dan penjual. Akibatnya transaksi di pasar OTC derivatif jadi tipis dan sepi,” jelasnya.
Beberapa transaksi OTC derivatif yang dimaksud di antaranya efek swap, cross currency swap, eksportir importir yang melakukan hedging, dan lain sebagainya. Menurut Hasan banyak pihak yang khawatir memilih lawan transaksi karena tidak ada perusahaan efek yang menjamin kredibilitas lawan transaksinya.
Baca Juga: BEI bersama KSEI dan KPEI tingkatkan inklusi pasar dengan program 10 Days Challenge
Dengan adanya kebijakan yang sudah keluar dari BI bisa menjadi pendorong peluang di pasar OTC derivatif ini bisa ramai.
Hasan menyatakan salah satu persyaratan yakni kecukupan modal sudah terpenuhi, BEI telah menyuntikkan modal sebesar Rp 150 miliar untuk KPEI. Nah tinggal bagaimana KPEI menyiapkan infrastruktur dan marketnya.
Nantinya jika pasar OTC derivatif sudah ramai, BEI melihat kemungkinan akan menyediakan trading platformnya sehingga transaksi bisa lebih transparan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News