Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Meski sudah mendekati akhir semester pertama tahun ini, sejumlah emiten konstruksi belum maksimal meraih kontrak baru. Hingga Mei lalu, belum ada emiten konstruksi BUMN yang meraup 50% dari target kontrak baru sepanjang 2017.
Selama lima bulan pertama 2017, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) baru meraih kontrak baru senilai Rp 14,9 triliun. Jumlah itu hanya setara 21,29% dari target kontrak tahun ini Rp 70 triliun.
Di periode yang sama, PT PP Tbk (PTPP) memperoleh kontrak baru Rp 12,6 triliun, menanjak 77% year-on-year (yoy). Tapi, angka tersebut cuma 31% dari target kontrak baru PTPP hingga akhir 2017 senilai Rp 40,6 triliun.
Sedangkan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatatkan kontrak baru sebesar Rp 19,98 triliun hingga Mei lalu. Pencapaian itu setara 46,21% dari total target yang ditetapkan manajemen di sepanjang tahun ini Rp 43,24 triliun.
Meski rata-rata emiten konstruksi BUMN belum memenuhi separuh dari target kontrak baru 2017, pencapaian tersebut jauh lebih tinggi dibanding realisasi kontrak baru tahun lalu. Dan, hingga akhir bulan lalu, WIKA sudah mengantongi pendapatan mencapai Rp 8,6 triliun atawa melonjak hingga 132% yoy.
Secara historis, Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menyebutkan, emiten konstruksi pelat merah akan menorehkan kenaikan kinerja signifikan di kuartal ketiga dan keempat.
Sehingga, menurut dia, pencapaian kontrak yang masih jauh dari target itu tidak terlalu mengkhawatirkan bagi mereka. Apalagi, dibandingkan dengan tahun lalu, realisasi kontrak anyar perusahaan-perusahaan konstruksi milik pemerintah itu jauh lebih baik.
Ada beberapa alasan yang membuat Alfred yakin di semester kedua nanti kontrak emiten konstruksi pelat merah bakal melaju.
Pertama, biasanya perolehan kontrak BUMN karya menunggu Lebaran. "Bulan puasa relatif off, banyak yang ditunda hingga selesainya masa lebaran," ungkap Alfred kepada KONTAN, Jumat (9/6).
Kedua, Alfred meyakini emiten konstruksi BUMN akan meraup banyak kontrak di semester kedua lantaran sumber pendanaan banyak berasal dari APBN dan APBD. Biasanya, sumber pembiayaan negara dan daerah bisa terealisasi lebih besar pada kuartal tiga dan empat.
Secara fundamental, saham emiten pelat merah cukup layak dipertimbangkan, meski saat ini terjadi anomali pada saham emiten BUMN karya. Ini terlihat dari price earning ratio (PER) emiten konstruksi BUMN yang semula mencapai 40 kali, saat ini hanya di level 15 kali, bahkan ada yang berada di angka 12 kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News