Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski kinerja tertekan sepanjang sembilan bulan pertama 2025, prospek PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dibidik tetap baik tahun depan tecermin dari pertumbuhan marketing sales yang kuat, sejalan dengan stimulus pemerintah dan potensi penurunan suku bunga.
Seperti diketahui, SMRA membukukan laba bersih sebesar Rp 549,57 miliar sepanjang Januari-September 2025. Perolehan ini lebih rendah dari periode serupa 2024, yang mencapai Rp 937,75 miliar atau turun sekitar 41,35% secara tahunan (YoY).
Penurunan laba SMRA juga sejalan dengan kinerja pendapatan, yang menyusut 14,86% secara tahunan menjadi Rp 6,41 triliun dari semula Rp 7,53 triliun per September 2024.
Baca Juga: Summarecon (SMRA) Masih Fokus pada Aset Hunian, Ini Rekomendasi Sahamnya
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, menyampaikan bahwa penurunan laba bersih dan pendapatan SMRA sepanjang 9M25 secara objektif disebabkan oleh siklus pengakuan pendapatan industri properti yang bergantung pada jadwal serah terima unit, di mana terjadi normalisasi setelah pencapaian sangat tinggi pada periode sebelumnya.
Meskipun kinerja secara top line maupun bottom line menyusut, Abida mencatat fundamental operasional tetap solid yang tercermin dari pertumbuhan marketing sales sebesar 34% YoY menjadi Rp 3,56 triliun.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Yasmin Soulisa juga bilang, kinerja marketing sales yang menguat ini didukung oleh penjualan yang tumbuh solid 48,6% YoY senilai Rp 1,4 triliun pada kuartal III 2025.
Kata Yasmin, kinerja ini didorong oleh keberhasilan peluncuran produk di Summarecon Serpong serta permintaan yang stabil untuk hunian tapak (landed housing), yang berkontribusi sekitar 80% dari total penjualan.
“Harga jual rata-rata meningkat menjadi sekitar Rp 3,1 miliar per unit pada kuartal III-2025 dari Rp 2,7 miliar pada semester I-2025, yang menunjukkan ketahanan permintaan,” jelas Yasmin dalam riset 12 Desember 2025.
Lebih lanjut Yasmin memperkirakan pasar residensial akan tetap stabil pada 2026, didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.
Baca Juga: Begini Prospek Saham Bukit Uluwatu (BUVA) Usai Beli Aset Summarecon (SMRA)
Keterjangkauan KPR diperkirakan terus membaik seiring sikap Bank Indonesia (BI) yang suportif, sementara insentif pemerintah akan membantu menjaga daya beli.
Pasar pinggiran kota seperti Summarecon Bekasi, Summarecon Serpong, dan Summarecon Tangerang diperkirakan tetap mencatatkan tingkat penyerapan yang solid.
Meskipun penjualan pada awal tahun berpotensi melemah akibat libur panjang, permintaan diperkirakan akan pulih pada pertengahan 2026, didukung oleh pembelian yang tertunda serta peluncuran proyek baru.
“Pengembang juga diperkirakan akan mempertahankan program promosi untuk menopang penjualan, sementara perumahan terjangkau tetap menjadi prioritas utama kebijakan,” lanjut Yasmin.
Hal ini sejalan pula dengan stimulus relaksasi LTV (Loan to Value) hingga 0% dan perpanjangan PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) hingga 2027. Kata Abida, stimulus ini turut memberikan kepastian jangka panjang yang sangat positif bagi SMRA dalam menjaga keterjangkauan harga produk di mata konsumen.
“Kebijakan ini dinilai secara efektif menopang daya beli segmen menengah, yang merupakan pasar utama perseroan, serta memungkinkan manajemen untuk melakukan perencanaan proyek dan percepatan pembangunan dengan lebih leluasa,” jelas Abida kepada Kontan, Senin (22/12/2025).
Di tahun depan, Abida menyebut penyokong kinerja SMRA ialah mencakup potensi penurunan suku bunga BI Rate yang dapat menekan biaya KPR dan meningkatkan permintaan residensial.
Lalu ekspansi pendapatan berulang dari pembukaan Summarecon Mall Bekasi Tahap II dan progres Summarecon Mall Makassar juga diprediksi turut andil. Selain itu, rencana aksi korporasi divestasi lahan di Bali diproyeksikan akan memperkuat struktur permodalan dan menurunkan rasio utang perseroan.
Namun, Abida bilang investor juga perlu mewaspadai sentimen risiko terkait pelemahan daya beli masyarakat yang dapat mempengaruhi rasio kredit bermasalah (NPL) di sektor properti secara nasional.
Research Analyst Phintraco Sekuritas Nurwachidah dan Indra Setyadi pun juga mengamini berbagai stimulus Pemerintah untuk sektor properti diharapkan dapat mendukung pencapaian target marketing sales SMRA.
Namun demikian, diprediksinya laba bersih SMRA sepanjang 2025 akan menurun 38% YoY. Hal ini sebab pertumbuhan marketing sales belum sepenuhnya menutup tekanan akibat lemahnya realisasi penjualan.
“Segmen properti residensial diperkirakan menjadi kontributor utama penurunan ini, sejalan dengan lebih rendahnya penjualan hunian pada 2025,” terang Nurwachidah dan Indra dalam riset 17 Desember 2025.
Memasuki FY26 Nurwachidah dan Indra membidik laba bersih meningkat secara moderat menjadi Rp 1,217 triliun. Secara keseluruhan, meskipun laba bersih diproyeksikan pulih secara perlahan pada 2026, tingkat profitabilitas SMRA masih diperkirakan berada di bawah capaian puncaknya pada 2024.
Dengan berbagai katalis dan sentimen di atas, Nurwachidah dan Indra memberi rekomendasi kepada investor untuk BUY saham SMRA dengan target harga Rp 540 per saham.
Kemudian Yasmin merekomendasikan investor untuk buy saham SMRA dengan target harga Rp 680 per saham.
Abida juga merekomendasikan untuk buy saham SMRA dengan target harga Rp 800 per saham.
Selanjutnya: Adaro Andalan Indonesia (AADI) Coba Bertahan Di Tengah Tekanan Harga Batubara
Menarik Dibaca: Promo HokBen Hari Ibu 22-24 Desember 2025, Paket Makan Berdua Cuma Rp 30.000-an/Orang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













