Reporter: Yuliana Hema | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga jagung yang membuat PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) ikut mengerek harga jual produknya tidak serta-merta bakal mendorong pendapatan sepanjang tahun ini. Kinerja JPFA masih dibayangi oleh beberapa sentimen.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Michael Filbery mengatakan, kenaikan harga jagung yang ikut mengerek harga penjualan JPFA tidak cukup signifikan untuk menopang kinerja keseluruhan. Lantaran, masih mengalami tekanan pada segmen boiler dan jual anak ayam usia sehari (DOC).
Dia menganalisis sejauh ini harga broiler masih cukup stabil sehingga masih bisa menopang kinerja JPFA hingga akhir semester dua tahun ini. Angin segar juga datang dari adanya upaya memerintah dengan Singapura untuk ekspor ayam.
Seperti diketahui, Indonesia berencana untuk mengekspor ayam ke Negeri Singa itu untuk menggantikan posisi Malaysia yang menyetop ekspor ayam. Hal ini dinilai menjadi peluang bagus bagi Indonesia.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Teknikal untuk PGAS, ARTO dan JPFA pada Perdagangan Kamis (16/6)
"Jika berhasil tercapai, maka JPFA punya posisi yang lebih baik untuk menangkap pasar ekspor. Namun dampak positifnya tidak terlalu besar," kata Michael saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (20/6).
Sepanjang kuartal I-2022, JPFA mencatatkan penjualan bersih Rp 12,14 triliun atau naik 12,61% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 10,78 triliun.
Hanya saja beban pokok juga ikut naik, sehingga laba bersih JPFA tercatat Rp 603,73 miliar atau lebih rendah dari kuartal pertama tahun lalu yang Rp 858,66 miliar.
Analis Mirae Asset Sekuritas Emma A Fauni dalam risetnya menuliskan pendapatan JPFA sudah sesuai dengan ekspektasi Mirae Asset Sekuritas. Kenaikan tersebut masih didorong oleh kenaikan rata-rata harga broiler dan DOC.
Kinerja JPFA juga didorong oleh kenaikan bahan baku yang lebih tinggi dari segmen pakan ternak. Namun, Emma bilang kekuatan JPFA masih berada di segmen peternakan unggas didukung oleh harga DOC yang lebih tinggi di pasar.
Secara rinci, segmen peternakan komersial tumbuh 8,39% secara tahunan menjadi Rp 4,63 triliun dari sebelumnya Rp 4,27 triliun pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Segmen pakan ternak naik 12,16% yoy menjadi Rp 3,59 miliar di kuartal I-2022. Sementara lini pengolahan hasil peternakan dan produk konsumen naik 32,82% yoy menjadi Rp 1,84 triliun.
"Seperti yang diharapkan, segmen pakan juga mengalami peningkatan margin operasional selama musim panen yang dimulai pada Maret," tulis dia.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dalam risetnya menyebutkan kenaikan average selling price (ASP) di seluruh segmen itu menunjukkan adanya peningkatan konsumsi atau daya beli.
Namun berbeda dari kuartal sebelumnya, Michael bilang tantangan JPFA berasal dari pemerintah, yang mana tidak ada culling atau stock adjustment yang dilakukan. Hal ini dapat membuat harga DOC dan broiler kembali rentan pada semester dua nanti.
Dia mencermati outlook untuk segmen poultry sepanjang tahun ini masih netral. Michael memproyeksikan kinerja penjualan JPFA bertumbuh sekitar 12,2% yoy. Sementara laba bersih diprediksikan akan flat dibandingkan dengan kinerja tahun lalu atau turun 0,8% yoy.
Lebih lanjut, ketiga analis itu merekomendasikan beli untuk saham JPFA. Michael dan Emma sama-sama menyarankan beli dengan target harga Rp 2.000.
Sementara, Victor mempertahankan perkiraan estimasi EV/EBITDA rata-rata lima tahun JPFA tetapi sedikit lebih rendah, menjadi 6,1 kali dari sebelumnya. Sehingga dia menurunkan target harga dari Rp 1.900 menjadi Rp 1.800.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News