Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Selama paruh pertama 2015, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berhasil mengantongi nlaba bersih sebesar US$ 27,7 juta atau setara dengan Rp 368,7 miliar. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, perseroan masih menderita rugi sebesar US$ 203,02 juta.
Thennesia Debora, analis BNI securitas menuturkan, GIAA berhasil bangkit dari kerugian dan mencatat keuntungan karena berhasil menerapkan Quick Wins sehingga beban yang ditanggung semakin ringan. "Ini terutama ditopang oleh efisiensi dari sisi operasional," kata Thennesia pada KONTAN, Rabu (29/7).
Quick wins yang diterapkan perseroan selama semester I diantaranya melakukan restrukturisasi rute dan jaringan, efisiensi beban operasional, dan refinancing utang.
Langkah restrukturisasi yang dilakukan dengan menghapus rute dan jaringan yang kurang menguntungkan serta membuka rute baru yang lebih menjanjikan seperti ke Cina dan ke wilayah timur tengah.
Alhasil, beban usaha emiten penerbangan BUMN ini memang mengalami 9,1% menjadi US$ 1,79 miliar dari sebelumnya US$ 1,97 miliar. Ini terutama ditopang oleh penurunan beban operasional penerbangan dari US$ 1,19 miliar menjadi US$ 1,05 miliar. Sedangkan beban keuangan turun 12% menjadi US$ 34,3 juta.
Dengan pencapaian kinerja semester II, Thennesia memandang prospek kinerja perseroan semester II akan positif. Oleh karena itu, dia berencana mengevaluasi target kinerja dan harga GIAA tahun ini. Sebelumnya, dia memproyeksikan laba bersih GIAA US$ 75,76 juta dan pendapatan US$ 4,4 miliar.
Kendati proyeksinya positif, Thennesia melihat tantangan GIAA masih berat tahun ini ditengah pelambatan ekonomi, tekanan nilai tukar dan penambahan armada baru yang akan semakin menambah beban perseroan. "Walaupun penambahan armada menggunakan sistem operating list, bebannya akan tetap meningkat melalui maintenance dan peningkatan teknologi," jelasnya.
Reza Priyambada, Kepala riset NH Korindo jua memperkirakan kinerja GIAA hingga akhir tahun akan lebih positif. Pasalnya, perseroan telah terbukti berhasil melakukan efisiensi selama paruh pertama tahun ini dengan mencatatkan laba bersih di tengah perlambatan ekonomi dan nilai tukar rupiah yang masih tinggi.
Reza mengatakan tantangan emiten penerbangan ini masih sangat besar terutama karena tekanan nilai tukar. Pasalnya beban dan utang perseroan menggunakan dollar sedangkan pendapatannya masih dalam rupiah.
Tahun ini, menagemen GIAA menyampaikan akan mengandalkan musim haji dan menggunakan pesawat berbadan lebar guna mengejar kinerja yang lebih cerah tahun ini. Thennesia menilai, langkah tersebut merupakan hal yang cukup positif untuk menopang kinerja perseroan dengan menyumbang kontribusi 10%-20% terhadap pendapatan. "Itu termasuk dalam restrukturisasi tadi," jelasnya.
Menurut Reza, mengandalkan musim haji dan menggunakan pesawat berbadan lebar akan memberi kontribusi 30% terhadap pendpaatan GIAA. Namun, menurutnya perseroan juga harus tetap mencari inovasi untuk meningkatkan penerbangan reguler misalnya dengan cara menggadeng perusahaan lain untuk memberikan paket dan promo perjalanan. "Inovasi sangat perlu untuk menghadapi persaingan di industri penerbangan," kata dia.
Reza mengungkapan, jika perseroan konsisten melakukan efisiensi dan inovasi bagaimana menjaring penumpang maka akhir tahun kinerja perseroan akan jauh lebih positif. Dia merekomendasikan buy untuk GIAA dengan target harga Rp 535. Sementara Thennesia saat ini masih merekomendasikan hold dengan target Rp 615.
Garuda pada Rabu (29/7) ditutup di harga Rp 451 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News