kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.910.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.289   -26,00   -0,16%
  • IDX 7.211   -20,05   -0,28%
  • KOMPAS100 1.054   -2,15   -0,20%
  • LQ45 810   -3,23   -0,40%
  • ISSI 232   0,44   0,19%
  • IDX30 421   -2,28   -0,54%
  • IDXHIDIV20 493   -3,07   -0,62%
  • IDX80 118   0,07   0,06%
  • IDXV30 121   1,20   1,00%
  • IDXQ30 135   -1,39   -1,02%

Kinerja Emiten Sektor Infrastuktur Masih Minus, Simak Rekomendasi Sahamnya


Selasa, 10 Juni 2025 / 18:35 WIB
Kinerja Emiten Sektor Infrastuktur Masih Minus, Simak Rekomendasi Sahamnya
ILUSTRASI. Kinerja saham emiten sektor infrastruktur masih belum kuat. Hal itu tercermin dari pergerakan indeks sektornya yang masih lebih lemah dari IHSG. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham emiten sektor infrastruktur masih belum kuat. Hal itu tercermin dari pergerakan indeks sektornya yang masih lebih lemah dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Kinerja IDX Infrastructure (IDX Infra) masih minus 3,4% sejak awal tahun alias year to date (YTD). Sementara, IHSG sudah naik 2,13% YTD.

Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, Fath Aliansyah mengatakan, beberapa saham konstituen IDX Infra yang memiliki bobot besar, seperti PT Indosat Tbk (ISAT), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR) masih memiliki performa yang masih negatif sejak awal tahun. Sehingga, berimbas ke IDX Infra secara keseluruhan.

“Di sisi lain, kinerja saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mulai memberikan kontribusi positif beberapa bulan terakhir,” ujarnya kepada Kontan, Senin (9/6).

Untuk IDX Infra, emiten yang bisa diperhatikan investor salah satunya adalah PGEO. Sebab, PGEO memiliki prospek pengembangan EBT yang potensial dengan dukungan neraca yang sehat.

Baca Juga: IHSG Melemah ke 7.020,8 di Pagi Ini (3/6), Sektor Infrastruktur Turun Paling Dalam

“PGEO salah satu perusahaan BUMN yang berpotensi memberikan dividen di tahun-tahun mendatang karena arus kas yang cenderung kuat,” ungkapnya.

Reza Priyambada, Director PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (RELI) mengatakan, kinerja IDX Infra yang masih merah secara YTD lebih kepada dinamika pasar seiring minat pelaku pasar dalam melakukan transaksi saham-saham dalam IDX Infra. 

Di sisi lain, tidak semua saham-saham dalam IDX Infra ditransaksikan banyak oleh para pelaku pasar. 

“Saham-saham yang sering ditransaksikan di dalam indeks ini di antaranya adalah BREN, PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC), saham-saham sektor telekomunikasi seperti TLKM, ISAT, PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL), serta PGEO,” katanya kepada Kontan, Senin (9/6).

Sementara itu, saham-saham emiten konstruksi tidak banyak ditransaksikan. Bahkan, sejumlah saham konstruksi yang masih melemah dan tidak ditransaksikan. 

Variatifnya subsektor dalam IDX Infra juga membuat transaksi saham-sahamnya cenderung terkonsentrasi pada beberapa saham pilihan saja. 

“Sehingga, dapat dikatakan yang menopang pergerakan indeks ini pun juga hanya beberapa saham tersebut dari sekian banyak saham dalam indeks ini,” ungkapnya.

Selain faktor kinerja keuangan dan operasional, yang perlu diperhatikan investor dalam melihat saham konstituen IDX Infra adalah sentimen yang menyertai saham-saham tersebut. Sebab, sentimen saat ini tidak menjadi penggerak semua saham di dalam sektor ini. 

Misalnya, meningkatnya kinerja operasional dari IPCC dalam menangani bongkar muat kendaraan direspons positif pelaku pasar. 

“Namun, sentimen ini kan tidak bisa disamaratakan untuk sub sektor lainnya seperti telco, energi baru terbarukan, hingga menara,” ungkapnya.

Baca Juga: Sektor Infrastruktur Masih Lemah dan Tertekan, Simak Prospek Kinerjanya

Reza pun menyarankan investor untuk memperhatikan saham PGEO, IPCC, EXCL, PT PP Tbk (PTPP), dan BREN.

VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menilai pergerakan IDX Infra cenderung priced-in secara YTD dengan beberapa sentimen.

Pertama, perlambatan kinerja di kuartal I 2025. Misalnya, laba bersih dari emiten konstruksi dan telco yang turun di tiga bulan pertama tahun ini. 

Tengok saja, laba bersih PT Waskita Karya Tbk (WSKT) turun 32% year on year (yoy), PTPP turun 37% yoy, dan ADHI turun 96% yoy. Lalu, laba bersih TLKM turun 4% yoy dan EXCL turun 28% yoy. 

Kedua, adanya efisiensi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang berdampak pada proyek konstruksi. 

Ketiga, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang masih tinggi sepanjang kuartal I 2025, yaitu dalam rentang 5,5%-5,75%. “Hal ini cenderung membuat pendanaan proyek infrastruktur terhambat,” ujarnya kepada Kontan, Senin (9/6).

Terakhir, adanya rotasi sektoral. Pasca penurunan IHSG dan beberapa big caps strategic, valuasi emiten berkapitalisasi pasar besar lebih menarik. Sehingga, investor cenderung menghindari emiten infrastruktur.

Di kuartal II 2025, emiten konstituen IDX Infra masih akan tertekan seiring dengan kondisi yang masih serupa dibandingkan kuartal sebelumnya. 

“Sentimen yang dapat mendongkrak saat ini adalah dari relaksasi kebijakan suku bunga oleh BI yang akan menekan cost of fund,” paparnya.

Audi pun menyematkan rating netral untuk sektor infrastruktur. Rekomendasi beli diberikan untuk TLKM dengan target harga Rp 3.220 per saham.

Lalu, rekomendasi hold disematkan untuk JSMR dengan target harga Rp 4.280 per saham dan trading buy untuk PTPP dengan target harga Rp 580 per saham.

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila melihat, kinerja IDX infra lebih sensitif kepada pergerakan suku bunga acuan. Selain itu, ada risiko proyek yang masih dikhawatirkan akan meningkatkan utang yang tinggi

Pergerakan saham emiten konstituen IDX Infra juga sudah merefleksikan kinerja keuangan terakhir. Sebab, keadaan makroekonomi saat ini sedang kurang stabil dan outlook suku bunga acuan yang masih belum jelas.

“Selain itu, margin laba juga belum stabil, karena beberapa emiten memiliki risiko utang tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Senin (9/6).

Hanya proyeksi penurunan suku bunga yang didorong kejelasan keberlangsungan proyek yang bisa menyelamatkan kinerja mereka. Indy pun merekomendasikan trading buy untuk JSMR dengan target harga Rp 4.480 per saham.

Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto mengamati, pergerakan saham TLKM ada di level support Rp 2.770 per saham dan resistance Rp 2.900 per saham dengan tren menguat. William pun merekomendasikan beli untuk TLKM dengan target harga Rp 2.900 per saham.

Selanjutnya: Tiga Hari Pameran, Produk Plastik Indonesia Catat Transaksi Rp 24 Miliar di Taiwan

Menarik Dibaca: Incar Dividen dari Big Caps? Kesempatan Beli PGEO, MEDC dan UNVR sampai 13 Juni 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×