Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja produksi dan keuangan sejumlah emiten minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) masih lemah di kuartal I 2024. Namun, sejumlah emiten masih mampu mencatatkan kinerja baik di periode ini.
PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), semisal, mencatatkan pendapatan Rp 879,46 miliar di kuartal I 2024, turun 2,73% secara tahunan alias year on year (yoy). Sementara laba bersih meningkat 141% yoy menjadi Rp 269 miliar di kuartal I 2024.
“Penurunan pendapatan ini terutama karena penurunan volume penjualan produk sawit yang sebagian diimbangi oleh kenaikan harga jual rata-rata produk sawit,” ujar manajemen LSIP dalam keterbukaan informasi.
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mencatatkan laba bersih naik 2,59% menjadi Rp 230,5 miliar di periode Januari-Maret 2024. AALI juga mengantongi pendapatan bersih Rp 4,79 triliun di kuartal I-2024. Angka ini naik 0,81% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 4,76 triliun.
Vice President Investor Relation & Public Affairs AALI Fenny Sofyan mengatakan, kinerja keuangan AALI hingga kuartal I 2024 sedikit meningkat disebabkan kenaikan penjualan minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) dan turunannya sebesar 3,9% yoy.
“Ini juga diiringi dengan penurunan pada beban pokok pendapatan sebesar 0,8% yoy,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (8/5).
Baca Juga: Astra Agro Lestari (AALI) Meraup Laba Rp 230,5 Miliar di Kuartal I 2024
Sementara, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) mencatat laba Rp 100,32 miliar di kuartal I 2024, naik 30,5% dari Rp 76,22 miliar di akhir Maret 2023. SGRO juga mengantongi penjualan Rp 1,13 triliun di kuartal I 2024, turun 19,07% dari Rp 1,40 triliun di kuartal I 2023.
PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) membukukan laba kuartal I-2024 sebesar Rp 229 miliar atau naik 6,6% yoy. DSNG berhasil membukukan penjualan sebesar Rp 2,23 triliun, naik 7,9% YoY.
Sedangkan, PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) mencatatkan penjualan sebesar Rp 1,91 triliun, di kuartal I 2024 turun 0,71%. Namun, laba bersih tercatat naik 25,8% yoy menjadi Rp 370,8 miliar di akhir Maret 2024.
Analis Phillip Sekuritas Marvin Lievincent melihat, kinerja keuangan mayoritas emiten CPO di kuartal I 2024 tercatat lebih baik dari periode yang sama tahun lalu. Meskipun begitu, ketidakstabilan akibat konflik geopolitik di Timur Tengah masih menekan harga saham emiten CPO.
“Di kuartal berikutnya, kinerja mereka bisa membaik. Hal ini tercermin dari kinerja keuangan emiten yang baik di kuartal I, meskipun di tengah tekanan,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (8/5).
Terkait proyeksi produksi emiten CPO di tahun ini, keadaannya dinilai masih belum pasti membaik atau menurun. Marvin juga melihat harga CPO di tahun 2024 kemungkinan masih akan mengalami tekanan dari konflik geopolitik.
“Namun, jika keadaannya berangsur membaik, harga CPO bisa stabil di level MYR 4.000 per metrik ton,” ungkapnya.
Menurut Marvin, konflik geopolitik juga bisa meningkatkan harga pupuk dan meningkatkan biaya operasional emiten CPO. Namun, jika kondisi cuaca di tahun ini bagus dan optimal, emiten bisa mengirit penggunaan pupuk tanpa harus mengorbankan jumlah oil extraction rate (OER).
Mayoritas emiten CPO juga masih menjual ke pasar domestik, sehingga fluktuasi kurs tidak terlalu berpengaruh ke kinerja mereka.
“Namun, jika ada obligasi atau utang dalam dolar Amerika Serikat (AS) ini tentu akan memberatkan. Di sisi lain, yang melakukan ekspor juga akan dapat untung karena penguatan dolar AS itu,” ujarnya.
Marvin pun merekomendasikan beli saham LSIP dengan target harga Rp 1.155 per saham.
Baca Juga: Turun 2,73%, LSIP Catat Pendapatan Rp 879,46 Miliar di Kuartal I 2024
Equity Research Analyst at Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan melihat, kinerja LSIP relatif masih baik di antara emiten CPO pada kuartal I 2024.
“Selain LSIP, TAPG dan DSNG juga mencatat kinerja keuangan yang baik di kuartal ini,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (8/5).
Sentimen kinerja emiten CPO di kuartal I 2024 masih terkait cuaca, khususnya El Nino yang melanda di akhir tahun 2023. Namun, sejumlah emiten memiliki tanaman sawit yang ada di usia prima. Alhasil, produksi tanaman sawit mereka akan lebih tinggi dibandingkan emiten lainnya.
“TAPG dan DSNG itu produksi tandan buah segar (TBS) masih baik, karena umur tanamannya masih dalam masa prima, di kisaran 10-15 tahun,” kata Rizkia.
Terkait harga CPO, kata Rizkia, harganya memang sudah mulai naik di bulan Februari 2024. Namun, dampaknya belum signifikan ke kinerja emiten CPO di kuartal I 2024, apalagi untuk mereka yang fokus ke pasar domestik.
Ia pun melihat bahwa transisi cuaca dari El Nino ke La Nina juga bisa mengganggu produksi tanaman.
Namun, di sisi lain, harga pupuk di tahun ini masih bisa lebih rendah, sehingga bisa mengurangi biaya operasional para emiten. Hal ini juga ditambah dengan proyeksi harga CPO yang bisa sentuh level di atas MYR 4.000 per ton.
“Saat ini harga CPO sudah di atas MYR 3.700 per ton dan trennya bisa naik ke atas MYR 4.000 per ton,” tuturnya.
Rizkia Darmawan belum memberikan rekomendasi saham untuk emiten CPO, meskipun memberikan rekomendasi netral untuk sektor ini.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo melihat, pergerakan saham AALI saat ini masih berada di level support Rp 6.000 per saham dan resistance Rp 6.550 per saham. William pun merekomendasikan wait and see untuk saham AALI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News