kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.286.000   8.000   0,35%
  • USD/IDR 16.722   27,00   0,16%
  • IDX 8.242   -33,17   -0,40%
  • KOMPAS100 1.150   -4,66   -0,40%
  • LQ45 842   -2,15   -0,25%
  • ISSI 285   -0,47   -0,16%
  • IDX30 441   -2,54   -0,57%
  • IDXHIDIV20 511   -0,99   -0,19%
  • IDX80 129   -0,47   -0,36%
  • IDXV30 136   -1,17   -0,85%
  • IDXQ30 141   -0,13   -0,10%

Kinerja Emiten Baja Hingga Kuartal III-2025 Masih Belum Kokoh, Begini Ringkasannya


Selasa, 04 November 2025 / 10:15 WIB
Kinerja Emiten Baja Hingga Kuartal III-2025 Masih Belum Kokoh, Begini Ringkasannya
ILUSTRASI. Kinerja sejumlah emiten baja hingga kuartal III-2025 tampak belum kokoh karena ada yang cetak penurunan laba bahkan ada yang balik rugi


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten baja sepanjang sembilan bulan pertama 2025 tampak belum kokoh. Sebagian emiten mengalami penurunan laba, bahkan ada yang berbalik menjadi rugi. Tapi, ada juga yang mampu memperbaiki performa keuangannya.

Tengok saja kinerja emiten baja pelat merah, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Pendapatan usaha KRAS meningkat 7,38% secara tahunan atau year on year (yoy) dari US$ 657,52 juta menjadi US$ 706,08 juta.

Secara bottom line, KRAS membalikkan keadaan dari menanggung rugi US$ 185,22 juta menjadi meraih laba bersih US$ 22,17 juta.

Hanya saja, perlu dicatat bahwa KRAS berbalik meraih laba bersih lebih disebabkan karena dampak penyelesaian sebagian utang restrukturisasi yang lebih cepat. KRAS membukukan laba atas penyelesaian kewajiban dipercepat dengan keringanan atas utang restrukturisasi sebesar US$ 156,74 juta.

Baca Juga: Cetak Kinerja Positif, Archi Indonesia (ARCI) Siap Ekspansi ke Bisnis Panas Bumi

Sedangkan secara operasional bisnis, kenaikan pendapatan belum mampu mendongkrak perolehan laba KRAS. Laba bruto KRAS menyusut 17,37% (yoy) menjadi US$ 53,11 juta. Sedangkan rugi operasi KRAS melonjak 67,92% (yoy) menjadi US$ 37,85 juta.

Bergeser ke emiten baja lainnya, penjualan dan pendapatan jasa PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) merosot 3,48% (yoy) dari Rp 4,31 triliun menjadi Rp 4,16 triliun. Tapi, produsen pipa baja yang juga dikenal dengan nama Spindo ini mampu mendongkrak laba bersih 3,11% (yoy) dari Rp 358,10 miliar menjadi Rp 369,26 miliar.

Hasil serupa terjadi pada  PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL). Penjualan emiten yang dikenal dengan nama Latinusa ini turun 17,83% (yoy) dari US$ 115,31 juta menjadi US$ 94,75 juta. Namun, NIKL mampu membalikkan kerugian US$ 1,28 juta menjadi laba tahun berjalan senilai US$ 21.387.

Sementara itu, penjualan dan laba PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) kompak menyusut. Penjualan bersih GDST turun 13,59% (yoy) dari Rp 2,06 triliun menjadi Rp 1,78 triliun. Sejalan dengan itu, laba periode berjalan GDST merosot 3,89% (yoy) dari Rp 67,59 miliar menjadi Rp 64,96 miliar.

Tekanan lebih besar tampak menimpa PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP). Penjualan bersih GGRP terpangkas 50,61 (yoy) dari US$ 268,20 juta menjadi Rp 132,44 juta. GGRP berbalik menanggung rugi sebanyak US$ 34,87 juta, dari sebelumnya meraih laba bersih US$ 131,12 juta pada periode yang sama tahun lalu.

Kinerja emiten baja masih dibayangi sejumlah tantangan. Corporate Secretary & Investor Relations Chief Strategy & Business Development Officer Spindo, Johanes W. Edward mengungkapkan penurunan pendapatan ISSP hingga kuartal III-2025 terjadi akibat volatilitas harga baja global.

Baca Juga: Waste Management Jadi Motor Utama Bisnis Hijau TOBA

Di sisi yang lain, Johanes juga menyoroti impor baja ilegal yang menekan kinerja industri baja nasional. Johanes meyakini, produk baja dalam negeri mampu bersaing dengan produk baja impor. Apalagi, dengan adanya kebijakan proteksi yang telah diberikan pemerintah untuk sejumlah produk baja.

Namun, impor baja ilegal membuat persaingan harga menjadi tidak sehat.

"Ilegal kan nggak bayar pajak, itu saja sudah bisa 11% lebih murah, belum lagi bea lainnya. Perlu konsistensi atas penerapan kebijakan dan peraturan yang berlaku, supaya industri baja nasional dapat ikut menikmati tren pertumbuhan pembangunan," kata Johanes saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/11/2025).

Johanes optimistis peluang industri baja untuk tumbuh masih terbuka. Penopangnya adalah pembangunan yang  terus berlangsung, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.

Johanes pun mendukung langkah aktif yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk memperkuat penindakan terhadap barang impor ilegal, termasuk untuk produk baja.

"Kami melihat sebetulnya industri baja di  Indonesia masih sangat bagus. Dengan pembangunan yang terus berjalan, masih banyak sekali aplikasi yang belum dioptimalkan, bila dibandingkan dengan negara tetangga. Tantangannya adalah apakah gebrakan yang saat ini dilkukan oleh Pak Purbaya bisa konsisten?" sebut Johanes.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) Budi Harta Winata menyoroti dua tantangan utama yang menekan industri baja nasional. Pertama, industri baja dalam negeri menghadapi maraknya produk impor, terutama dari China dan Vietnam.

Baca Juga: Cermati Rekomendasi Teknikal Mirae Sekuritas Saham ADMR, ASRI & BKSL, Selasa (4/11)

Kedua, penurunan belanja infrastruktur pemerintah yang cukup signifikan mengurangi proyek-proyek besar, yang biasanya menyerap banyak baja. Padahal, ISSC memproyeksikan konsumsi baja nasional tahun 2025 bisa mencapai sekitar 19,3 juta ton, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 3,8%. 

Sektor konstruksi masih menjadi pendorong utama permintaan baja melalui proyek infrastruktur, bangunan, serta pengembangan industri hilirisasi.

"Namun, terdapat tekanan signifikan dari pengurangan belanja infrastruktur pemerintah, serta maraknya impor konstruksi baja yang mempengaruhi kontraksi volume pekerjaan di sisi proyek dari dalam negeri," kata Budi kepada Kontan.co.id, Selasa (4/11/2025).

Budi bilang, proyek-proyek strategis nasional yang meliputi infrastruktur, hilirisasi, serta pengembangan kawasan industri, masih menyediakan peluang besar untuk menyerap produksi baja. Asalkan, ada partisipasi yang optimal dari produsen baja dan fabrikator baja nasional.

 

Dus, ISSC pun menekankan pentingnya pemenuhan kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Sebab, di tengah maraknya impor konstruksi baja, banyak produk yang tidak memenuhi SNI dan TKDN.

"Regulasi terkait penggunaan produk dalam negeri dan standar mutu bisa menjadi keuntungan bagi produsen yang sudah memenuhi persyaratan, sebagai pembeda terhadap impor yang mungkin tidak tunduk pada standar yang sama," tandas Budi.

Selanjutnya: Geoprima Solusi (GPSO) Bukukan Arus Kas Positif pada Kuartal III-2025

Menarik Dibaca: Promo Kesamber Bakmi GM November 2025, 3 Pilihan Paket Komplit Mulai Rp 36.000-an

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×