Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian global kembali meningkat setelah Amerika Serikat menyerang tiga fasilitas nuklir Iran di Natanz, Fordow, dan Isfahan pada 21 Juni lalu. Kondisi ini mendorong sebagian investor mengalihkan dananya ke aset lindung nilai atau safe haven.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo menyampaikan bahwa tren penghindaran terhadap aset berisiko mulai terlihat lebih jelas. Menurut dia, investor cenderung mengurangi eksposur terhadap instrumen fluktuatif dan lebih fokus pada perlindungan modal.
“Investor cenderung mencari perlindungan dari potensi kerugian, mengutamakan keamanan modal dibandingkan potensi keuntungan tinggi yang melekat pada aset berisiko,” kata Sutopo kepada Kontan, Senin (23/6).
Saham negara berkembang dan aset kripto dinilai sebagai jenis aset yang paling rentan ditinggalkan. Saham emerging market, menurut Sutopo, sangat sensitif terhadap sentimen global dan penguatan dolar AS, serta cenderung lebih terpapar risiko politik dan ekonomi domestik.
Baca Juga: Harga Emas Spot Naik ke US$ 3.371,3 Senin (23/6) Pagi, Permintaan Safe Haven Melesat
“Sementara itu, aset kripto sangat volatil dan belum diatur secara komprehensif, sehingga kurang menarik bagi investor yang mengutamakan stabilitas. Komoditas tertentu yang harganya bergantung pada kestabilan pasokan dan permintaan global juga berpotensi mengalami tekanan jika ketegangan terus berlanjut,” tambahnya.
Di tengah kondisi pasar yang tidak menentu, emas dan dolar AS tetap menjadi pilihan utama investor. Sutopo menyebut, emas masih dipandang sebagai penyimpan nilai yang andal, sedangkan dolar AS unggul karena statusnya sebagai mata uang cadangan global dan likuiditas yang tinggi.
“Meskipun inflasi masih menjadi perhatian, daya tarik emas seringkali meningkat sebagai lindung nilai terhadap erosi nilai mata uang, sementara dolar AS dapat menguat karena ekspektasi pengetatan kebijakan moneter oleh Federal Reserve,” jelasnya.
Sutopo memperkirakan permintaan terhadap aset safe haven masih akan tinggi dalam waktu dekat, terutama selama ketegangan geopolitik belum mereda. Ia memproyeksikan harga emas dunia bisa mencapai US$ 3.500 hingga US$ 3.800 per troy ounce.
Di pasar domestik, jika nilai tukar rupiah turut melemah, Ia memperkirakan harga emas Antam bisa menembus Rp 2 juta per gram, atau bahkan menyentuh Rp 2,4 juta hingga Rp 2,5 juta per gram dalam skenario ekstrim.
Adapun indeks dolar AS (DXY) diprediksi akan tetap menguat karena sentimen risk-off masih mendominasi pasar global. Sutopo memproyeksikan DXY berada di kisaran 98,40 pada akhir kuartal ini, dan naik ke 99,05 dalam 12 bulan ke depan.
“Obligasi pemerintah negara maju seperti AS dan Jerman juga akan akan terus menjadi pilihan favorit karena persepsinya sebagai investasi berisiko rendah yang menawarkan pengembalian yang stabil. Selama kedekatan geopolitik masih menjadi narasi dominan, daya tarik aset-aset ini akan tetap tinggi,” tutup Sutopo.
Baca Juga: IHSG Anjlok 1,70% ke 6.789 pada Sesi I Senin (23/6), PTBA, CTRA, INCO Top Losers LQ45
Selanjutnya: Tesla Luncurkan Layanan Robotaxi Berbayar Pertama di Austin, Texas
Menarik Dibaca: Jadi Salah Satu Penyakit yang Sering Dialami, Allianz Bagikan Tips Penanganan ISPA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News