kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ketegangan Amerika Serikat dan Iran kerek sektor pertambangan


Selasa, 07 Januari 2020 / 15:40 WIB
Ketegangan Amerika Serikat dan Iran kerek sektor pertambangan
ILUSTRASI. Layar pergerakan saham kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (13/12).


Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada penutupan perdagangan Senin (6/1), saham sektor pertambangan menjadi satu-satunya sektor yang menguat. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan sektor pertambangan pada perdagangan kemarin menguat 10,58 poin atau setara 0,68% ke level 1.559,05. 

Analis Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata menjelaskan, penguatan pada sektor pertambangan dipicu oleh ketegangan politik antara Amerika Serikat dan Iran. 

Asal tahu saja, Iran adalah negara penghasil minyak bumi. Jika infrastruktur diserang maka persediaan minyak bumi akan terganggu. Alhasil menurut Liza, jika persediaan berkurang tetapi permintaan tetap maka harga akan naik. 

Baca Juga: IHSG melorot 1,04% ke 6.257 pada akhir perdagangan awal pekan ini

Pada pertengahan Desember tahun lalu, Liza juga telah memprediksi bahwa harga minyak bumi akan meningkat hingga US$ 64,3 per barel. Harga ini sebagai target dari break out pola paralel channel, dengan catatan harga mampu bertahan di atas US$ 60,4 per barel sebagai support terdekat. 

Lebih lanjut ia menjelaskan, kenaikan ini dipicu hasil kesepakatan negara-negara OPEC dan Russia yang memutuskan untuk mengurangi produksi. Serta, permintaan yang meningkat di tengah iklim musim dingin. 

"Setidaknya diharapkan mampu mengerek harga minyak bumi untuk kembali menguji resistance level previous high di sekitar US$ 63,4 per barel," katanya. 



TERBARU

[X]
×