Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi securities crowdfunding (SCF) menawarkan imbal hasil cukup tinggi. Namun, pahami risikonya sebelum bergabung.
Ingin memiliki bisnis tanpa ikut mengelola? Anda bisa menjadi investor di perusahaan lewat skema securities crowdfunding (SCF). SCF merupakan metode pengumpulan dana dengan skema patungan yang dilakukan pemilik bisnis atau usaha untuk memulai atau mengembangkan bisnis.
Nantinya investor bisa membeli dan mendapatkan saham, surat bukti kepemilikan utang (obligasi), atau surat tanda kepemilikan bersama (sukuk) dari bisnis yang menggelar securities crowdfunding. CEO PT Investasi Digital Nusantara alias Bizhare, Heinrich Vincent, menjelaskan, secara ekosistem securities crowdfunding punya kemiripan dengan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pasalnya, efek yang diterbitkan dititipkan kolektif di bank kustodian dan KSEI.
Namun, perbedaannya adalah orientasi investasi. "Di securities crowdfunding lebih berorientasi pada dividend investing atau imbal hasil (cashflow) dari bisnis di sektor riil. Kalau saham di BEI berorientasi keuntungan capital gain saat saham tersebut dijual ke investor lain," jelas Heinrich, pekan lalu.
Baca Juga: Ketambahan Pemain Baru, Industri Securities Crowdfunding Semakin Ramai
Namun, Heinrich menyatakan, investor securities crowdfunding masih bisa mendapatkan keuntungan ketika menjual saham di pasar sekunder masing-masing platform securities crowdfunding. Hanya saja, likuiditas pasar sekunder securities crowdfunding belum sebaik di BEI.
Heinrich menambahkan, kelebihan lain berinvestasi di securities crowdfunding adalah investor bisa terlibat langsung dan memberikan masukan ke bisnisnya. Sejauh ini penerbit di Bizhare sudah menghasilkan omzet Rp 141 miliar per Maret 2022. Para penerbit juga sudah membagikan dividen hingga lebih dari Rp 9 miliar dengan return tertinggi 58% per tahun.
Budi Raharjo, Perencana Keuangan Oneshildt, mengatakan, tawaran imbal hasil securities crowdfunding memang tinggi. Namun, perlu diingat risiko juga tinggi. Sebelum investor terjun ke platform securities crowdfunding, baiknya investor menyadari bisnis perusahaan yang mencari pendanaan dengan securities crowdfunding bukan perusahaan berskala besar seperti perusahaan terbuka di bursa efek.
Risiko perusahaan di securities crowdfunding lebih tinggi karena likuiditas saham tidak setinggi likuiditas di pasar modal. "Investor harus tahu potensi keuntungan dari scf bukan capital gain saham tetapi bagi hasil atau dividen bisnis," kata Budi.
Budi menilai, securities crowdfunding cocok bagi investor yang tertarik berinvestasi langsung ke suatu bisnis tertentu, atau investor yang memiliki visi sosial mengembangkan UMKM. scf juga cocok bagi masyarakat yang baru ingin belajar membuka bisnis.
Mengutip laman Bizhare, salah satu perusahaan penjaja makanan, Hejo Eatery Plant Based Food menawarkan 22.651 lembar saham. Perusahaan tersebut menawarkan rata-rata dividen yield 19%-38% per tahun. Periode dividen adalah setiap tiga bulan. Perusahaan ini juga memperkirakan waktu balik modal sekitar 31-61 bulan.
Sementara, PT. Ciremai Mitra Sejahtera yang bergerak dibidang pengadaan dada ayam tanpa tulang menawarkan sukuk mudharabah dengan unit tersedia berjumlah 34.254. Saat ini jumlah investor yang sudah bergabung sebanyak 267 orang dan masih akan ditawarkan hingga 37 hari ke depan. Jika investor membeli 20 unit seharga Rp 1 juta diperkirakan imbal hasil dalam setahun mendapat Rp 180.000 atau 18%.
Restoran Magal cabang Grand City Surabaya juga menawarkan total 2.480.000 lembar saham melalui platfrom CrowdDana. Restoran ini memperkirakan return of investment sebesar 18% per tahun bagi investornya.
Erwin Halim, Konsultan Usaha mengatakan tawaran investasi di securities crowdfunding memang cukup tinggi agar menarik investor. Namun, kembali lagi selain investor harus berinvestasi melalui platform SCF yang legal, investor juga harus mempertimbangkan kewajaran imbal hasil atau balik modalnya.
Sejauh ini, untuk bisnis makanan balik modal dalam 3 tahun hingga 5 tahun itu masih wajar. "Justru jika menjanjikan balik modal hanya dalam 5 bulan atau lebih singkat itu yang perlu dipertanyakan", kata Erwin. Imbal hasil di atas 15% per tahun juga wajar terjadi pada usaha waralaba di bidang kuliner yang berpotensi profit 40%-50% per bulannya.
Konsultan bisnis dan waralaba DK Consulting Djoko Kurniawan juga menilai, imbal hasil di securities crowdfunding yang tinggi memang menarik dan bisa menjadi peluang investasi. Djoko juga mengingatkan investor yang tertarik agar tetap berhati-hati dan memastikan platform securities crowdfunding sudah terdaftar resmi di OJK. Selain itu, investor harus mengetahui batasan investasi di securities crowdfunding yang dibedakan berdasarkan jenis investor dan penghasilannya.
"Jangan gunakan dana kebutuhan pokok, karena berbahaya bagi hidup Anda, gunakan dana nganggur saja, dan ingat setiap investasi pasti ada risikonya," kata Djoko.
Hal lain yang perlu dicermati juga adalah apakah proyek bisa berjalan dengan keadaan saat ini dan apakah ada risiko kegagalan. Jadi investor harus membaca data yang ada di pasar agar tidak mengalami kerugian.
"Walaupun secara izin resmi, tetapi jika industrinya tidak sedang naik atau memang tidak menarik maka imbal hasil yang besar hanya mimpi saja," kata Djoko.
Baca Juga: Ini Investor yang Cocok Berinvestasi di Securities Crowdfunding
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News