Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kombinasi sentimen eksternal dan internal membuat yield Surat Utang Negara (SUN) kembali mengalami tren kenaikan di awal tahun 2019.
Mengutip Bloomberg, yield SUN seri FR0078 yang menjadi seri acuan tenor 10 tahun berada di level 8,13% pada perdagangan Rabu (30/1). Padahal, akhir tahun lalu yield SUN 10 tahun masih bertengger di level 7,94%. Artinya terjadi kenaikan hingga 19 basis point (bps) atau 0,19% secara year to date.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Mikail menyampaikan, tren kenaikan yield SUN cukup dipengaruhi oleh kekhawatiran investor global terkait ancaman perlambatan ekonomi di dunia pada tahun ini.
Tak ayal, bukan hanya yield SUN saja yang bergerak naik, tren serupa juga dialami oleh yield US Treasury walau dalam rentang yang lebih terbatas. Hari ini, yield US Treasury 10 tahun berada di level 2,72% atau naik 4 bps dari posisi di akhir tahun lalu yakni di level 2,68%.
Namun, sebenarnya yield US Treasury pernah turun hingga ke level 2,55% pada 3 Januari lalu. Hal ini terjadi setelah pidato Gubernur Federal Reserve Jerome Powell yang mengonfirmasi bahwa pihaknya akan lebih berhati-hati menjalankan kebijakan kenaikan suku bunga acuan AS.
Lebih lanjut, penurunan yield US Treasury saat itu sempat menjadi katalis positif bagi pasar obligasi Indonesia mengingat spread antara instrumen tersebut dengan yield SUN makin melebar. Makanya, arus modal asing ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) meningkat tajam. Bahkan, nilai kepemilikan asing di SBN sempat berada di kisaran Rp 904 triliun pada pertengahan bulan ini.
“Tapi euforia tersebut tidak berlangsung lama karena kembali lagi investor asing masih khawatir dengan sentimen perlambatan ekonomi,” kata Mikail, Rabu (30/1).
Alhasil, investor asing perlahan mulai keluar lagi dari pasar obligasi Indonesia. Hal ini cukup tercermin dari nilai penawaran masuk pada lelang SBN yang mulai menunjukkan penurunan. Ambil contoh pada lelang SUN kemarin (29/1) yang hanya mencatatkan penawaran masuk sebesar Rp 48,61 triliun alias lebih rendah dari lelang sebelumnya yang bisa mencapai Rp 55,67 triliun. “Kondisi ini pada akhirnya membuat kenaikan yield SUN sulit dibendung,” ujar dia.
Fixed income fund manager Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar menambahkan, strategi front loading atau penerbitan surat utang dalam jumlah besar di awal tahun yang diterapkan pemerintah juga mendapat sorotan.
Lihat saja, dalam tiga lelang SUN terakhir pemerintah menyerap dana masing-masing Rp 28,25 triliun, Rp 27,75 triliun, dan Rp 23,20 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi dari target indikatif yang ditetapkan di level Rp 15 triliun.
Strategi ini membuat pasokan SUN menjadi berlebih di saat nilai permintaannya tidak begitu tinggi atau bahkan cenderung turun akibat kondisi pasar yang belum sepenuhnya aman. “Sikap pemerintah yang terkesan terburu-buru menerbitkan surat utang juga membuat harga SUN terkoreksi dan mendorong kenaikan yield,” terang dia, hari ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News