Reporter: Dina Farisah, Namira Daufina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Akhir pekan lalu, harga aluminium menanjak. Meski demikian, berdasarkan proyeksi para trader, harga komoditas masih suram. Maklum, stok aluminium di Jepang meningkat dan permintaan dari China masih lesu.
Mengutip Bloomberg, Jumat (17/1), harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 3% dari hari sebelumnya menjadi US$ 1.845 per metrik ton. Dalam sepekan, harga bertambah 1,9%.
Terbangnya harga aluminium setelah pengumuman indikator ekonomi Amerika Serikat (AS). Di negeri itu terjadi deflasi atau consumer index price (CPI) bulan Desember 2014 sekitar 0,4% atau di bawah prediksi dan realisasi bulan November 2014 yang 0,3%. Core CPI tercatat 0% atau di bawah bulan November 2014 yang 0,1%.
Selain itu, produksi industri AS minus 0,1%, jauh dari realisasi bawah bulan November 2014 yang 1,3%. Serangkaian data ini menahan laju indeks dollar AS, tapi mendongkrak harga komoditas termasuk aluminium.
Menurut Ibrahim, Analis dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka, kenaikan harga aluminium bersifat sementara. “Harga aluminium akan kembali jatuh karena dihadang lima sentimen negatif,” kata Ibrahim.
Pertama, stok aluminium di Jepang melimpah. Persediaan yang terpantau di pelabuhan Yokohama, Nagoya dan Osaka tumbuh 9,3% menjadi 413.000 metrik ton per 31 Desember 2014.
Kedua, lesunya permintaan China. Aktivitas manufaktur serta PDB Tiongkok di kuartal IV-2014 diprediksi turun. Ketiga, indeks dollar AS terus menguat. Pada Senin (19/1), indeks dollar naik menuju level 92,66. Penguatan indeks dollar AS mengikis harga aluminium yang diperdagangkan dalam dollar AS.
Keempat, wacana Bank Sentral Eropa (ECB) menggelontorkan stimulus moneter atau quantitative easing (QE). Tujuannya, menanggulangi deflasi di Zona Eropa. Tapi, pelaku pasar merespons negatif. Kelima, rencana Bank Sentral Jepang (BoJ) menggelontorkan stimulus sebesar
¥ 1 triliun. Kondisi ini akan merontokkan mata uang Negeri Sakura, sehingga menopang reli dollar AS.
Secara teknikal, bollinger band dan moving average berada 95% di atas bollinger bawah. Artinya, harga aluminium tertekan. Moving average convergence divergence (MACD) berada 60% di area negatif. Ini menandakan penurunan harga masih terjaga.
Stochastic berada 60% di area positif. Sementara relative strength index (RSI) berada 70% di area negatif. Secara teknikal, tren koreksi harga aluminium masih mendominasi. Ibrahim memprediksi, harga aluminium sepekan mendatang akan terbentang di kisaran US$ 1.785-US$ 1.865 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News