Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengembangkan pasar exchange-traded fund (ETF) dan ditargetkan paling lambat selesai pada akhir semester I-2020.
Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi menjelaskan, pengembangan tersebut mencakup perubahan mekanisme serta tambahan insentif di luar penghapusan biaya transaksi dan pengenaan biaya final untuk ETF. "ETF ini kami akan revitalisasi ada penyempurnaan di mekanisme. Kami akan buka pembatasan maksimal pergerakan harga harian yang selama ini dibatasi hanya 10 poin. Kemudian ada insentif untuk dealer partisipan," kata Hasan usai menghadiri acara Indopremier Investment di Hotel Pullman Thamrin, Kamis (20/2).
BEI tengah mengajukan skema pemberian insentif bagi diler partisipan alias perusahaan efek yang menyediakan likuiditas di pasar primer maupun sekunder untuk ETF. Sebab, BEI ingin para diler partisipan benar-benar efektif menjadi penyedia likuiditas (liquidity provider). "Nah nanti mungkin praktik market making-nya yang membutuhkan mereka untuk ada posisi short dulu, sebelumnya itu akan kami ajukan untuk disetujui oleh OJK dan sebagainya," ujar Hasan.
Baca Juga: Reksadana ETF tetap ciamik meski pasar saham lesu
Kemudian, BEI juga akan tetap membebaskan underlying yang digunakan sebagai basis ETF. Sepanjang prospektus jelas, sehingga pergerakan harga tidak jauh dari pergerakan underlying-nya.
Hasan menambahkan, sejauh ini perkembangan ETF cukup baik mengingat, produk ini sempat mati suri pada 2007-2017. Dalam 10 tahun tersebut, pasar modal dalam negeri hanya menerbitkan 10 produk ETF. Sedangkan saat ini terdapat 40 produk ETF.
"Kuncinya ketersediaan diler partisipan yang tadinya terbatas sampai 2017 hanya dua, per hari ini sudah enam dan ada di antrean beberapa lagi. Jadi liquidity provider sudah mulai banyak sehingga MI mulai banyak pilihan. Nah itu juga yang mendorong mereka berani dan lebih mau menerbitkan ETF baru," ujar dia.
Baca Juga: Dana kelolaan reksadana turun pada awal tahun, begini kata manajer investasi
Selain itu, Hasan melihat bahwa secara global terjadi pergeseran tren dari active manage fund menjadi pasive manage fund. Dia mencuplik data milik negara Paman Sam di mana dalam sepanjang 2009-2018 terjadi peningkatan nilai dana kelolaan manage fund sebesar US$ 1,6 triliun. Sedangkan dana kelolaan active manage fund turun sekitar US$ 1,4 triliun.
"Jadi memang betul trennya global tetapi juga karena ekosistem semakin memungkinkan karena tersedia pilihan underlying indeks yang semakin spesifik," kata Hasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News