Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Harga batubara mencatat penguatan tipis sebesar 0,78% di sepanjang kuartal pertama tahun ini. Pengendalian produksi batubara China membuat pergerakan harga cenderung stabil.
Mengutip Bloomberg, Selasa (4/4) harga batubara kontrak pengiriman Mei 2017 di ICE Future Exchange menguat 0,51% ke level US$ 88,5 per metrik ton. Angka tersebut sekaligus level tertinggi sejak November 2016. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, batubara menanjak 0,78%.
Wahyu Tribowo Laksono, analis PT Central Capital Futures mengatakan, isu utama penggerak harga batubara masih berasal dari China. Sejauh ini China terus berupaya mengendalikan harga batubara sehingga tidak menguat atau melemah secara signifikan. "Semua komoditas energi sebenarnya masih dibayangi pelemahan di tengah kecemasan turunnya permintaan. Tetapi China telah berhasil mengendalikan pasokan dengan melakukan pengaturan angka produksi," paparnya.
Dengan pembatasan produksi domestik tersebut, impor batubara China tahun lalu naik 25%. Hal yang sama dilakukan oleh OPEC untuk mengendalikan harga minyak. Tetapi efek pengendalian produksi minyak OPEC terhadap pergerakan harga tidak sebesar China, mengingat ada kenaikan produksi minyak Amerika Serikat (AS).
Aturan dari pembatasan produksi batubara dari pemerintah China cukup mudah. Pemerintah menetapkan target rata - rata harga batubara. Jika harga di bawah rata - rata, maka produsen diwajibkan mengurangi produksi. Sebaliknya jika harga sudah terlampau tinggi, para produsen diizinkan kembali meningkatkan angka produksi.
Seperti yang terjadi pada awal tahun ini. Pembatasan produksi China tahun lalu membuat harga menguat hingga 97% selama 2016. Menjelang akhir tahun, China kembali melonggarkan aturan dan mengizinkan produsen menaikkan angka produksi. Ditambah dengan tekanan penguatan dollar AS, batubara akhirnya menyentuh level US$ 75,15 per metrik ton pada 9 Januari lalu atau level terendah sejak Desember 2016.
Sementara dari permintaan masih cukup stabil. Ada peluang harga membaik jika China, AS, Eropa hingga Asia mengurangi pasokan dan ekspor baik dengan alasan prioritas konsumsi domestik, efisiensi atau isu lingkungan.
"Saya masih percaya potensi konsolidasi harga batubara terkait manajemen atau manipulasi China. Bahkan konsolidasi dengan preferensi harga membaik," tutur Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News