Reporter: Teddy Gumilar, Dessy Rosalina | Editor: Imanuel Alexander
Perusahaan rokok Wismilak mencoba peruntungannya di bursa saham lewat IPO. Sekitar 30% saham bakal dibarter dengan dana segar maksimal Rp 503,9 miliar. Meski sahamnya kurang likuid, faktor fundamental mungkin bisa jadi pertimbangan.
Satu lagi produsen rokok akan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang bakal menggelar penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) itu tak lain adalah PT Wismilak Inti Makmur, yang berdiri sejak 1962. Menandai 50 tahun kiprahnya di industri rokok, saham perusahaan yang kelak berkode WISH ini akan mulai ditransaksikan 18 Desember 2012.
Namun, belum lagi perusahaan yang lahir 1962 ini menggelar penawaran resmi, sejumlah investor sudah sibuk mewanti-wanti sekuritas tempat mereka memiliki akun untuk memastikan jatah saham ini. “Kode saham WISH dianggap membawa hoki,” tutur Dita, sebut saja begitu, seorang karyawan di sebuah sekuritas lokal.
Benarkah saham produsen rokok ini akan membawa hoki dan cuan bagi pemegangnya? Mari kita kembali ke dasar, yakni menengok kondisi fundamental perusahaan ini.
Dari sisi penguasaan pasar, jelas, dibanding dengan produsen rokok yang sudah lebih dulu menjadi perusahaan publik, Wismilak tertinggal jauh.
Analis Relian Securities Monchita Wintion Pangemanan memerinci, berdasarkan data industri 2011, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) memimpin dengan penguasaan pasar nasional sebesar 29%. Lalu, menyusul PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dengan pangsa pasar 22%, PT Djarum 14%, dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) 7%. Sementara, Wismilak cuma berhasil mencuil 1% pangsa pasar.
Mungil tapi ciamik
Meski skalanya masih mungil, produsen rokok yang bermarkas di Surabaya ini tak gentar. Kinerja keuangannya cukup ciamik. Dalam lima tahun terakhir, compound average growth rate (CAGR) atau pertumbuhan volume penjualannya rata-rata 33% per tahun.
Sementara, pada 2011, margin laba kotornya mencapai 28% atau setara dengan Sampoerna dan lebih baik ketimbang Gudang Garam yang cuma 24%.
Asal tahu saja, Wismilak masih memiliki pertalian sejarah dengan Sampoerna. Sebab, salah satu pendiri Wismilak adalah Liem Sien Nio, putri Liem Seeng Tee. Kita tahu, Liem Seeng Tee adalah pendiri Sampoerna. Adapun pendiri lainnya adalah Lie Koen Lie alias Wisman Ali, yang tak lain pasangan Liem Sien Nio, dan Oei Bian Hok alias Budiono Widjajadi.
Terlepas dari tantangan di sektor industri rokok, seperti cukai yang terus naik dan kampanye antirokok, manajemen Wismilak optimistis masih bisa mencetak kinerja memuaskan di masa mendatang.
Per Oktober lalu, Wismilak mengantongi pendapatan Rp 933 miliar dengan laba bersih Rp 60 miliar. Tahun depan, manajemen Wismilak memproyeksikan, pendapatan meningkat 40% dan laba bersih tumbuh 60% dari posisi akhir 2012. Sayang, mereka tidak mengungkap proyeksi akhir tahun ini.
Dasar optimisme perusahaan ini adalah jumlah penduduk Indonesia yang besar dan konsumsi rokok yang terlihat masih meningkat. Selama periode 2006–2011, konsumsi rokok tumbuh rata-rata 7,21% per tahun. Data terakhir, pada 2011, konsumsi rokok di Indonesia mencapai 270 miliar batang.
Maklum, harga rokok di Indonesia terbilang masih murah. Di kawasan Asia Tenggara, harga rokok di Indonesia termurah setelah Laos. Rata-rata, harga rokok di Indonesia US$ 1,7 per bungkus. Bandingkan dengan harga di Malaysia yang mencapai US$ 3 per bungkus.
Untuk mengimbangi cukai yang terus naik, manajemen Wismilak pun berencana menaikkan harga jual produknya sekitar 20%, tahun depan.
Seperti kita tahu, pemerintah terus mengerek cukai rokok. Pada 2010 dan 2011, cukai rokok naik masing-masing 12% dan 6%. Tahun ini, kenaikannya berkisar 13%–16%. Adapun tahun depan, cukai rokok kemungkinan naik antara 5%–7%.
Lantaran itu, tak cuma menaikkan harga produk, manajemen Wismilak juga bertekad meningkatkan volume penjualan lewat produk baru Diplomat Mild yang meluncur September lalu. “Kami menargetkan, produk Diplomat Mild bisa menyumbang 25% dari total pendapatan sigaret kretek mesin (SKM),” tutur Surjanto Yasaputra, Sekretaris Perusahaan PT Wismilak Inti Makmur.
Merujuk pengalaman di 2011, Monchita percaya, nilai penjualan Wismilak tahun depan bisa tumbuh di atas 50%. “Kalau melihat pengalaman sebelumnya, ada kemungkinan akan terulang lagi di 2013,” ujarnya.
Kala itu, produksi SKM Wismilak melonjak 100% menjadi 1,5 miliar batang, dari sebelumnya 750 juta batang. Nilai penjualan Wismilak pun turut naik 56,23%, dari Rp 592,2 miliar di 2010 menjadi Rp 925,2 miliar.
Penjualan tersebut ditopang oleh peluncuran produk baru, Galan Mild, pada Oktober 2010. Alhasil, sepanjang 2011, kontribusi pendapatan produk SKM melonjak menjadi Rp 256 miliar, dari Rp 37,6 miliar.
Harga IPO masih murah
Demi merealisasikan target-target tadi, Wismilak melepas maksimal 629,9 juta saham atau setara 30% kepemilikan ke publik dengan harga penawaran Rp 575–Rp 800 per saham. Dus, Wismilak bisa meraup Rp 362,2 miliar–Rp 503,9 miliar.
Presiden Direktur Wismilak Inti Makmur Ronald Walla memerinci, Wismilak akan memakai dana itu untuk tiga keperluan: 50% untuk belanja modal, 30% untuk modal kerja perusahaan dan anak usaha, serta 20% untuk pelunasan utang.
Wismilak menganggarkan belanja modal untuk membeli mesin pembuat rokok, perluasan bangunan pabrik, dan pengembangan infrastruktur teknologi informasi. Penambahan mesin bertujuan untuk meningkatkan volume produksi rokok SKM sebesar 60%. Per Juni 2012, volume produksi Wismilak mencapai 841,7 juta batang, terdiri dari 188,4 juta sigaret keretek tangan (SKT) dan 653,3 juta batang SKM.
Soal pelunasan utang, Direktur Keuangan Wismilak Lucas Firman Djajanto mengungkapkan, Wismilak memiliki utang ke empat bank, yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank Danamon Tbk (BDMN), dan PT Bank Ganesha. Total pinjaman jangka pendek ini mencapai Rp 189,82 miliar. Wismilak memakainya untuk modal kerja. “Pelunasan akan dilakukan secara bertahap dengan pertimbangan bunga utang yang tertinggi lebih dahulu,” ujar Lucas.
Dengan bunga 10,25%–12% per tahun, utang tadi cukup membebani Wismilak. Per Juni, beban utang Wismilak mencapai Rp 11,97 miliar atau 30,72% laba komprehensif perusahaan. Dus, pelunasan utang akan meningkatkan kemampuan Wismilak meningkatkan laba.
Sekadar catatan, rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) Wismilak saat ini baru 1,54 kali. Jadi, mereka masih cukup sehat untuk menambah utang baru.
Lantas, bagaimana kelayakan saham perdana Wismilak? Bila dihitung, harga penawaran Wismilak mencerminkan 10–14 kali laba per saham. Padahal, menurut hitungan analis Erdhika Sekuritas Robby Hass, rasio harga saham terhadap laba perusahaan atau price to earning ratio (PER) di sektor industri rokok sudah sekitar 20 kali.
Alhasil, Robby maupun Monchita menyimpulkan, harga saham perdana Wismilak murah. “Dengan harga segitu, saham ini masih cukup menarik dikoleksi untuk jangka panjang,” ujar Robby.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 09 - XVII, 2012 Saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News