Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan kembali menunjukkan tajinya sebagai orang yang bertanggungjawab mengasuh perusahaan-perusahaan pelat merah. Agendanya kali ini adalah menawarkan saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) milik tiga penjamin emisi Garuda kepada lima konglomerat nasional.
Kepada media, Senin dua pekan lalu (12/3), Dahlan mengaku telah mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada Nirwan Bakrie, Rachmat Gobel, Sandiaga Uno, Chairul Tanjung, dan Anthony Salim. Bunyinya kurang lebih seperti ini, “Berminatkah grup Anda membeli saham Garuda yang dikuasai oleh tiga sekuritas BUMN dengan harga pasar saat ini?”
Seperti Anda ketahui, Nirwan adalah salah satu petinggi di grup Bakrie. Sedangkan Rachmat Gobel dan Sandiaga Uno masing-masing menjadi pemilik PT Panasonic Indonesia dan Grup Recapital. Sementara kita mengenal Chairul Tanjung sebagai pemilik Trans Corp dan Anthony Salim adalah pewaris kerajaan bisnis keluarga Salim.
Tawaran dilayangkan Dahlan lantaran ia merasa kasihan dengan ketiga underwriter penawaran saham perdana (IPO) Garuda yang juga berstatus BUMN. Ketiga penjamin emisi saham itu harus menelan sisa saham IPO Garuda yang tidak terserap pasar.
Saat dikonfirmasi, Sandiaga Uno diplomatis menyatakan siap membantu pemerintah. “Kami masih menunggu tawaran resmi. Sebagai pengusaha nasional tentu harus siap membantu negara,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu (21/3). Sayang, ia tak menyebut nominal dana yang disiapkannya untuk membeli saham Garuda.
Asal tahu saja, Dahlan menawarkan kepada para konglomerat untuk membeli saham Garuda 10% di atas harga pasar.
Tentu kita masih ingat, harga saham perdana Garuda adalah Rp 750 per saham, sesuai kemauan Mustafa Abubakar, Meneg BUMN saat itu. Dengan melepas 6,33 miliar saham atau 27,98% dari total saham, Garuda meraup dana Rp 4,75 triliun.
Namun, tidak semua dana tersebut berasal dari publik. Lantaran investor menilai harga penawarannya kelewat mahal, tingkat penyerapan pasar hanya 52,5%. Saat itu, pasar menilai, harga wajar Garuda cuma Rp 500–Rp 680 per saham. Konsekuensinya, penjamin emisi terpaksa menelan 3,008 miliar atau 47,5% saham yang tidak diserap oleh publik. Nilainya mencapai Rp 2,25 triliun.
Hingga kini, portofolio saham Garuda menjadi beban bagi ketiga sekuritas pelat merah itu. Apalagi ketika harganya tergelincir tajam dari harga penawaran. Pada pertengahan Oktober 2011, harga saham Garuda anjlok ke posisi Rp 395 per saham, yang menjadi level terendahnya sejak IPO Februari 2011 silam.
Kinerja kian membaik
Berangsur-angsur harga saham maskapai penerbangan ini kini mulai bangkit. Harga Garuda sejak awal Februari 2012 sudah berada di level Rp 600-an. Tampaknya, pemerintah tak ingin melewatkan momen ini untuk membebaskan derita para underwriter pelat merah.
Analis sektor transportasi BNI Securitas Maxi Liesyaputra enggan berkomentar tentang gebrakan Menteri BUMN itu. Ia hanya ingin menegaskan bahwa kinerja Garuda kian membaik dan pantas menjadi perhatian investor. Salah satu alasannya adalah kinerja keuangan Garuda yang membaik.
Per akhir 2011, Garuda menorehkan laba usaha sebesar Rp 1,01 triliun. Padahal pada 2010, Garuda masih membukukan rugi usaha Rp 67,16 miliar. Walhasil, laba bersih Garuda pun turut melambung. Kenaikan laba bersih sebesar 56,07% menjadi Rp 808,67 miliar dinilai Maxi sungguh berarti. “Kinerja bagus mereka ditunjang pengadaan pesawat baru yang lebih hemat energi, penambahan jumlah penumpang, dan rute penerbangan baru,” jelas Maxi.
Maxi sendiri memprediksi, pendapatan Garuda pada tahun ini akan mencapai Rp 34 triliun, atau naik 25,18% dari catatan 2011, sebesar Rp 27,16 triliun. Laba bersih diprediksi meningkat menjadi Rp 1 triliun atau sekitar Rp 66,1 per saham.
Saat ini Maxi merekomendasikan beli saham Garuda dengan target harga Rp 750 per saham hingga 12 bulan ke depan. “Dengan asumsi EPS 2012 sebesar 66,1 kali, maka PER Garuda hanya 11,35 kali dan murah,” terang Maxi.
Tak jauh berbeda dengan Maxi, analis UOB Kay Hian Research K. Ajith menyebut, harga wajar Garuda saat ini ada di level Rp 740 per saham dengan rekomendasi beli. Eksekutif yang juga menjabat sebagai Associate Director UOB Kay Hian Pte Ltd tersebut memandang kinerja Garuda ke depan bakal kian positif.
Ajith pun mengaku mendengar tawaran Meneg BUMN kepada pengusaha Indonesia untuk membeli saham Garuda. “Soal itu saya tidak ada komentar,” tulis Ajith dalam surat elektroniknya kepada KONTAN.
Sebagai tambahan, ulasan riset analis Clarkson Capital Market Amrit Singh mungkin bisa menjadi salah satu pertimbangan investor. Dia bilang, kinerja saham Garuda sesuai dengan rata-rata emiten penerbangan di Asia pada umumnya.
Berdasarkan hitungan Clarkson, dari 12 maskapai kelas full services carriers (FSC) di Asia, estimasi harga saham per nilai buku (PBV) Garuda di 2012 sebesar 1,7 kali di harga Rp 630 (2/2). GIAA berada di posisi tertinggi kedua setelah Malaysian Airline System Bhd. dengan PBV 2,3 kali. PBV terendah sebesar 0,7 kali disematkan pada Thai Airways International Public Co Ltd.
Adapun nilai perusahaan per laba bersih sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EV/EBITDA GIAA sebesar 7,6 kali, jauh di bawah Malaysian Airline, sebesar 14,9 kali. Posisi terendah ditempati Singapore Airline Ltd. dengan EV/EBITDA 3,6 kali. Clarkson lebih memilih posisi netral terhadap saham Garuda pada saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News