Reporter: Albertus M. Prestianta |
JAKARTA. PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) kantongi dana segar senilai US$ 7,8 juta dari penjualan PT Hutan Ketapang Industri (HKI) kepada PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO). Rencananya, sebagian dana tersebut akan digunakan untuk melanjutkan proyek pembangunan paper machine 2 (PM 2) yang mangkrak sejak krisis 1998.
Sekedar tahu saja, HKI merupakan anak usaha KBRI yang memegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 100.115 hektar di Ketapang, Kalimantan Barat. Saat ini, PT Sungai Menang telah menjadi pemilik sah 99,8% saham HKI dan PT Pertiwi Lenggara Agromas mengantongi 0,2%.
Sekretaris Perusahaan KBRI Budi Priyadi mengatakan, perseroan memilih untuk menjual HKI lantaran ingin fokus menjalankan dan mengembangkan bisnis kertas sebagai bisnis utama perseroan. Sekedar tahu saja, aset HKI masih berupa lahan kosong yang belum tertanam.
"Kami akan gunakan sebagian besar dana hasil penjualan untuk mengembangkan usaha, khususnya melanjutkan proyek pembangunan PM 2," kata Budi kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.
Selain itu, dana tersebut juga akan digunakan untuk revitalisasi mesin PM 1 dan sekaligus sebagai modal kerja. "Mengenai besaran porsi alokasi belum bisa disebutkan, sebab kami akan melakukan penghitungan terlebih dahulu," kata Budi.
Sebagai gambaran saja, pihak manajemen KBRI pernah menyebutkan dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan PM 2 sebesar US$ 38 juta. Artinya, setelah mendapat dana dari penjualan HKI pun KBRI masih butuh banyak dana tambahan.
Manajemen mengatakan hingga kini pihaknya masih mencari dana untuk menuntaskan PM 2. “Kami masih mencari pendanaan bank atau mencari mitra strategis,” tutru Budi.
Budi mengaku cukup sulit untuk memperoleh pinjaman dalam kurs dollar di tengah gejolak krisis yang melanda dunia saat ini. "Untuk itu kami terbuka apabila ada investor yang ini menamkan modalnya," ungkapnya.
Proyek pembangunan PM-2 ini terhenti sejak krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1998. Sebenarnya pembangunan mesin berkapasitas 200.000 ton per tahun ini sudah memasuki tahap akhir.
"Tinggal menyelesaikan 10%-20% dari proses persiapan yang harus dilakukan," kata Budi. Hingga kini mesin itu belum dapat beroperasi karena terganjal masalah dana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News