Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Penetapan harga gas bumi oleh Kementerian dinilai tidak akan menganggu kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Sebab, emiten pelat merah ini memperdagangkan gas bumi di atas harga aturan.
Asal tahu saja, melalui peraturan penetapan harga tersebut, pemerintah mematok harga jual gas alam sebesar 14,5% dari angka Indonesia Crude Price (ICP). Dengan demikian, harga paling tinggi yang ditetapkan pemerintah berkisar US$ 6 per million metric british thermal unit (mmbtu). Padahal, PGAS menjual harga gas ke industri paling tinggi sebesar US$ 14 per mmbtu.
Selain itu, emiten ini juga menjaga rata-rata harga jual atau average selling price (ASP) gas di kisaran US$ 8,6-US$ 8,7 per mmbtu.
"Penetapan harga maksimal ini tidak akan berpengaruh pada pendapatan PGAS dalam jangka pendek, karena perusahaan masih memperdagangkan harga sesuai nilai kontrak," jelas Sandro Sirait, analis Trimegah Sekuritas, Senin (25/9).
Menurutnya, kontrak yang sudah diteken PGAS dengan pembeli bakal dilanjutkan hingga habis, sebelum melakukan perubahan harga jual.
Namun dalam jangka panjang, tekanan baru akan terasa setelah kontrak pengiriman berakhir. "Karena ini demi kepentingan orang banyak, yaitu harga listrik murah, maka profit emiten mau tidak mau bakal tergerus," kata Sandro.
Apalagi PGAS nampaknya bakal mengalami persaingan dari harga batubara yang lebih murah sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Selain itu, volume distribusi gas emiten juga sudah turun 12% year on year menjadi 691 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).
Sandro memangkas proyeksi pendapatan emiten pada tahun ini menjadi US$ 2,79 miliar. Sedangkan tahun depan, PGAS berpotensi membukukan US$ 3,02 miliar. Ia juga memproyeksikan laba bersih pada tahun ini mencapai US$ 240 juta dan tahun depan US$ 275 juta.
Ia juga memangkas rekomendasi saham PGAS menjadi sell dengan target harga Rp 1.750, alias turun 12% dari angka sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News