Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Para emiten memanfaatkan peluang kenaikan harga saham di tahun ini dengan menerbitkan saham baru melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue. Para analis menyarankan investor agar berhati-hati sebelum menerima tawaran saham baru itu.
Salah satu emiten yang akan menggelar rights issue adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP). Dalam prospektusnya, BBNP akan menerbitkan 260,32 juta saham biasa dengan nilai nominal Rp 500. Jumlah ini setara 38,46% dari total saham setelah rights issue.
Rasio rights issue BBNP 16:10. Artinya, setiap pemegang 16 saham lama dengan nilai nominal Rp 500 per saham berhak membeli 10 saham baru. Mereka yang berhak adalah pemegang saham tercatat pada 15 Mei 2013.
Harga pelaksanaan rights issue Rp 1.150 per saham. Harga rights issue ini di bawah harga pasar Rp 1.300. Dus, BBNP berpotensi meraup Rp 299,368 miliar. Dana rights issue akan digunakan untuk modal kerja.
BBNP juga telah menyiapkan pembeli siaga yaitu ACOM Co Ltd. ACOM merupakan pemegang 60,31% saham BBPN. Bagi pemegang saham lama yang tidak menggunakan hak maka berpotensi terimbas dilusi hingga maksimum 38,45%.
Bank Nusantara Parahyangan berharap mendapat pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2 Mei 2013, cum date HMETD di pasar reguler dan negoisasi 10 Mei, serta di pasar tunai pada 15 Mei 2013. Adapun pencatatan saham pada 17 Mei.
Bak memilih saham IPO
Selain BBNP, ada beberapa emiten yang akan menggelar rights issue di semester I tahun ini. Dari daftar tersebut, emiten sektor keuangan merajai aksi ini.
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, menyatakan, membeli saham rights issue sama saja seperti membeli saham perdana (IPO). Yang perlu dicermati adalah fundamental emiten dan tujuan rights issue yang mesti jelas.
Maklum, rights issue pada dasarnya cara emiten meminta tambahan modal kepada si pemegang saham. Jika pemanfaatan dana rights issue itu tak berefek positif bagi kinerja keuangan si emiten dan para pemegang saham, investor sebaiknya berpikir seribu lipat untuk membeli saham baru itu.
Itu sebabnya, analis Samuel Sekuritas, Muhamad Alfatih, menambahkan, yang harus menjadi bahan pertimbangan investor adalah tujuan rights issue si emiten. Jika dana hasil rights issue digunakan untuk memperkuat belanja modal atau ekspansi, investor dapat mengeksekusi haknya.
Tetapi, jika untuk membayar utang dan pertumbuhan pendapatan ke depan masih belum jelas, hal itu hanya akan merugikan investor. "Hati-hati, rights issue bisa menjadi semacam uang yang hilang. Cermati pula fundamental perusahaan," imbuh Alfatih.
Alfatih juga menyarankan investor melihat efek dilusi akibat aksi rights issue. Semakin besar, tentu dampaknya semakin buruk bagi pemegang saham kecil.
Analis Remax Capital, Lucky Bayu Purnomo, menambahkan, rights issue sebetulnya bisa berdampak positif bagi emiten dan investor. Sebab, likuiditas saham setelah rights issue meningkat. Jika dana hasil rights issue dipakai buat ekspansi, harga saham akan terkerek. "Jika fundamental bagus, harga saham bisa naik 5%-7% secara temporer setelah rights issue," tutur dia.
Satrio menyarankan investor membeli rights issue AUTO meski untuk membayar utang. Sebab biasanya, aksi rights issue Grup Astra tak mengecewakan. Namun untuk BNII dan BBNP, Satrio tak menyarankan. Sebab, kinerja keduanya stagnan dan sahamnya tidak likuid.
Beberapa emiten yang berencana rights issue diantaranya, PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP) melepas 260,32 juta saham (38,46%) senilai Rp 299,368 miliar, PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) melepas 4,69 miliar saham (7,69%) setara dengan Rp 1,5 triliun, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) mengincar Rp 3,1 triliundengan menawarkan 1,4 miliar saham baru (36,3%), PT Trimegah Securities Tbk (TRIM) akan melepas 3,45 miliar saham (48,59%) dengan target perolehan dana Rp 276,34 miliar dan PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK) yang berharap dana Rp 6,5 triliun dari melepas 26 miliar saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News