kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.200   59,26   0,83%
  • KOMPAS100 1.105   10,12   0,92%
  • LQ45 877   10,37   1,20%
  • ISSI 221   1,09   0,50%
  • IDX30 448   5,50   1,24%
  • IDXHIDIV20 539   4,27   0,80%
  • IDX80 127   1,28   1,02%
  • IDXV30 135   0,60   0,45%
  • IDXQ30 149   1,41   0,96%

Jangan lupa menyimak lima isu hangat hari ini


Rabu, 20 November 2013 / 06:44 WIB
Jangan lupa menyimak lima isu hangat hari ini
ILUSTRASI. Nestl? Pure Life, atau Nestle Pure Life, produk air minum dalam kemasan (AMDK) atau air mineral produksi PT Akasha Wira Internastional Tbk (ADES). Foto di Jakarta (6/3/2016).?KONTAN/Daniel Prabowo


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Berikut adalah sejumlah topik hangat yang berhasil dirangkum KONTAN hari ini:

- Tren penurunan harga saham emiten properti

Harga saham emiten sektor properti yang sempat melejit tinggi tahun ini, belakangan memudar. Tren harga saham emiten properti bergerak turun sejak Bank Indonesia (BI) mulai mengerek suku bunga acuan BI rate, awal Juni 2013 lalu.

Tercatat, sejak akhir Mei 2013, indeks saham sektor properti telah merosot hingga 37,75%. Kemarin, indeks saham sektor properti bertengger di 351,89. Penurunan indeks saham sektor properti itu lebih dalam ketimbang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di periode sama, IHSG tercatat turun 13,22%.

Namun, secara year to date, rata-rata saham emiten properti masih memberi gain 7,76%. Cuma, ada sejumlah saham emiten properti yang return-nya minus secara year to date. Ambil contoh, saham BEST, APLN, SSIA, ASRI, LPKR.

Salah satu biang keladi harga saham emiten properti bergerak turun adalah akibat kenaikan BI rate. Sejak Juni 2013, BI rate telah naik lima kali sampai bertengger di 7,5%.

Tak hanya itu, ekonomi yang melambat dan kebijakan loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) kedua, membawa sentimen negatif ke pergerakan saham emiten properti.

- Rencana LTV kredit impor cuma wacana

Bank Indonesia (BI) membatalkan rencana penerapan kebijakan rasio pinjaman terhadap aset alias loan to value ratio (LTV) kredit berkandungan impor. Padahal, pertumbuhan kredit impor semakin kencang.

Mengutip Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis BI,  penyaluran kredit impor per September 2013 mencapai Rp 65,80 triliun. Jumlah ini melesat 86,45% ketimbang periode sama tahun 2012 sebesar Rp 35,29 triliun. Bandingkan dengan kredit ekspor yang per September 2013 mencapai Rp 55,16 triliun. Hanya naik 8,83% dibandingkan periode September 2012

Agustus lalu, BI mewacanakan rencana penerapan LTV kredit impor lantaran defisit neraca perdagangan makin meningkat. Namun, kajian LTV kredit impor tak kunjung usai. Akhir pekan lalu, Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan LTV kredit impor masih dalam kajian.

Namun, rencana kini tinggal sebatas wacana. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi A. Johansyah, mengatakan BI tidak lagi mengkaji rencana LTV kredit impor. "Kami tak mendalami lebih lanjut," kata Difi, Selasa (19/11).

Selain memiliki dampak kompleks, pengawasan LTV kredit impor bakal sulit. BI lebih memilih kebijakan lain, seperti kenaikan suku bunga acuan alias BI rate. Selain itu, pemerintah sudah merilis paket kebijakan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. 'Target defisit transaksi berjalan tahun depan 2,7% dari PDB," kata Difi.

- Posisi rupiah

Pelemahan rupiah terhenti. Di pasar spot, Selasa (19/11), rupiah ditutup menguat 0,30% menjadi 11.599. Kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah juga ditutup di level 11.609 atau menguat 0,15% dibanding hari sebelumnya.

Reny Eka Putri, analis pasar uang Bank Mandiri mengatakan, penguatan rupiah ditopang membaiknya neraca transaksi berjalan kuartal III. Dari sisi global, penegasan calon Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) bahwa AS masih butuh stimulus juga telah menekan pergerakan dollar AS terhadap rupiah. "Masih ada kesempatan untuk menguat," katanya.

- Posisi IHSG

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali bertengger di zona hijau. IHSG ditutup naik 0,11% ke level 4.398,34. Indeks MSCI Asia Pasifik naik tipis ke level 143,05.

Analis Universal Broker Indonesia, Alwi Assegaf mengatakan, pasar memang masih akan fokus ke isu Amerika Serikat (AS). Sebab, dalam sepekan ke depan, anggota The Fed akan memberikan pernyataan soal tapering.

Mulai kembalinya investor asing ke pasar saham juga dinilai sebagai katalis positif bagi bursa. Pasalnya, beberapa pekan terakhir investor asing mulai khawatir dan melakukan aksi jual. Alwi bilang, IHSG masih punya sinyal positif untuk bertahan di area support-resistance 4.365-4.454. Secara teknikal, stochastic menunjukan masih ada ruang penguatan.

- Posisi Wall Street

Bursa AS ditutup di zona merah tadi malam (19/11). Mengutip data Bloomberg, pada pukul 16.00 waktu New York, indeks Standard & Poor's 500 turun 0,2% menjadi 1.787,87. Sehari sebelumnya, indeks acuan AS ini menembus level 18.000 untuk pertama kalinya.

Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average turun kurang dari 0,1% menjadi 15.967,03. Transaksi tadi malam melibatkan sekitar 5,8 miliar saham, sekitar 3% di bawah volume rata-rata transaksi tiga bulanan.

Pergerakan sejumlah saham turut mempengaruhi bursa AS. Beberapa di antaranya yakni: Best Buy Co tergerus 11%, Campbell Soup turun 6,2%, dan Home Depot Inc naik 0,9%, dan Tyson Fodds Inc naik 4,6%.

Penurunan bursa AS seiring langkah investor untuk menunggu pernyataan dari Pimpinan the Federal Reserve Ben S Bernanke terkait stimulus, apakah tetap dipertahankan atau dipangkas.

"Perekonomian bergerak lumayan baik, dan the Fed masih akan tetap agresif dan bersahabat dengan kondisi pasar," jelas Bruce Bittles, chief investment strategist RW Baird & Co di Florida. Dia memprediksi, pasar akan bergerak sideways untuk sementara waktu sebelum akhirnya reli pada Desember mendatang.

Catatan saja, indeks S&P 500 sudah melompat 25% sepanjang tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×