Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Berikut adalah sejumlah topik penting yang layak disimak rangkumannya:
- Obat pengganti stimulus dari The Fed
Sekali lagi, bank sentral Amerika Serikat (AS) memunculkan tanda tanya besar bagi pelaku pasar global. The Fed berniat memberikan paket stimulus baru.
Rencananya, The Fed bakal mengucurkan dana segar untuk membeli surat utang jangka pendek. Paket stimulus anyar tersebut bertujuan mengendalikan suku bunga pasar antarbank.
Maklum, surat utang tenor pendek menjadi acuan pergerakan suku bunga antarbank. Lewat kebijakan ini, The Fed berharap era suku bunga rendah di Amerika Serikat tetap berlangsung, meski paket stimulus jumbo telah dicabut.
Dengan kata lain, program pembelian surat utang jangka pendek ini adalah obat kuat baru dari The Fed. Otoritas perbankan AS ini berharap, program baru tersebut bisa meredam kepanikan pasar. Maklum, sebagian pelaku pasar meramal, The Fed mulai memangkas paket stimulus pada Desember nanti.
Jika benar maka kepanikan bakal memicu kenaikan suku bunga. Dus, suku bunga tinggi bakal mengurungkan niat pebisnis berekspansi. Buntutnya, pemulihan ekonomi AS bakal terganjal.
- Tak ada kebijakan stimulus baru di 2014
Pemerintah menyiapkan dua stimulus ekonomi baru untuk mendongkrak ekspor dan investasi. Kalau tidak ada aral merintang, kedua insentif tersebut akan meluncur akhir November atau paling lambat awal Desember 2013, namun baru efektif berjalan pada 2014 mendatang.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bilang, dengan kehadiran dua insentif ini, maka tidak perlu ada lagi insentif fiskal baru tahun depan. "Semua kebijakan insentif itu mulai efektif Januari 2014 nanti," ujar Bambang, akhir pekan lalu.
Dua stimulus ekonomi yang Bambang maksud adalah pelonggaran izin ekspor serta pembebasan pajak (tax holiday) dan penundaan pembayaran pajak (tax allowace) untuk investasi kelas kakap. Guna mendorong ekspor, pemerintah akan menyederhanakan proses mendapatkan fasilitas kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE). Sedang buat menekan impor, pemerintah bakal mengerek tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi importir.
Bambang optimistis, dengan kedua insentif untuk ekspor dan investasi tersebut, pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan kebijakan stimulus tahun depan. Apalagi, pemerintah juga akan mengoptimalkan belanja modal dan infrastruktur yang bisa menjadi stimulus ekonomi kita.
- IHSG berpotensi melemah secara teknikal
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir pekan kembali melemah. IHSG turun 0,19% ke 4.317,96, Jumat (22/11). Namun, indeks MSCI Asia Pasifik, yang mencerminkan kondisi bursa saham regional Asia, menguat 0,16% ke 141,23.
Dari dalam negeri, analis MNC Securities Reza Nugraha bilang, penurunan IHSG pekan kemarin karena ekonomi makro Indonesia yang kurang baik sejak Bank Indonesia mengumumkan kenaikan suku bunga acuan. Ditambah, rupiah pun terus melemah. Di sisi lain, ekonomi regional tengah membaik sehingga investor mengurangi investasi di Indonesia.
Dari luar, Reza melihat, investor mencermati sejumlah data penting dari Amerika Serikat, seperti data kepercayaan konsumen dan permintaan barang durabel di Amerika Serikat yang diperkirakan naik. Dari Eropa, investor juga mencermati data ekonomi lainnyam seperti tingkat pengangguran dan Consumer Price Index (CPI) Jerman dan CPI zona Euro.
Secara teknikal, analis Kresna Securities Etta Rusdiana Putra bilang, IHSG berpotensi koreksi. Stochastic telah membentuk deadcross. RSI menunjukkan tren turun. Ia memperkirakan, IHSG bergerak di 4.260-4.340. Perkiraan Reza, IHSG di 4.250-4.360.
- Tekanan terhadap rupiah belum surut di pekan ini
Rupiah tertekan hebat selama sepekan ini, meski sedikit menguat di akhir pekan. Pasangan USD/IDR di pasar spot, Jumat (22/11), sedikit melemah 0,04% menjadi 11.700 dibanding sehari sebelumnya. Namun, dalam sepekan, USD/IDR menguat 0,66%. Dollar AS di kurs tengah Bank Indonesia, kemarin juga sedikit turun 0,09% menjadi 11.706 dibanding Kamis (21/11). Namun, dalam sepekan dollar AS menguat 1,25% terhadap rupiah .
Rully Arya Wisnubroto, analis pasar uang Bank Mandiri mengatakan, rupiah mendapatkan tekanan besar dari kekhawatiran pasar terhadap fundamental ekonomi dalam negeri yang belakangan ini semakin rapuh. Dari sisi global, spekulasi pasar terhadap percepatan pengurangan stimulus moneter AS juga semakin memberatkan langkah rupiah pekan ini. “Tekanan juga datang dari kekhawatiran pasar terhadap kinerja ekspor, khususnya setelah data manufaktur China kemarin dirilis memburuk,” katanya.
- OJK menambah efek syariah
Aset dasar reksadana syariah semakin bertambah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan daftar efek syariah (DES) periode kedua tahun 2013 menjadi 328 efek atau naik dibandingkan periode pertama yang ditetapkan Mei lalu sebanyak 310 efek.
Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK, Nurhaida mengatakan, selain menjadi panduan investasi pengelola reksadana syariah, DES yang ditetapkan 19 November 2013 ini juga sebagai acuan asuransi syariah dan investor yang ingin berinvestasi pada portofolio efek syariah.
Penyusunan DES terbaru tersebut berasal dari laporan keuangan perusahaan yang berakhir pada 30 Juni 2013. Selain itu, OJK juga menggunakan data pendukung lainnya, berupa data tertulis yang diperoleh dari emiten atau perusahaan publik.
OJK melakukan review secara periodik atas DES berdasarkan laporan keuangan tengah tahunan dan laporan keuangan tahunan dari emiten atau perusahaan publik yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News