kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.514.000   11.000   0,73%
  • USD/IDR 15.511   28,00   0,18%
  • IDX 7.760   25,02   0,32%
  • KOMPAS100 1.205   3,50   0,29%
  • LQ45 961   2,42   0,25%
  • ISSI 234   1,13   0,48%
  • IDX30 494   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 593   1,74   0,29%
  • IDX80 137   0,38   0,27%
  • IDXV30 142   -0,50   -0,35%
  • IDXQ30 164   0,08   0,05%

Jangan biarkan investor berspekulasi sendiri


Sabtu, 26 Januari 2013 / 06:01 WIB
Jangan biarkan investor berspekulasi sendiri
ILUSTRASI. Calon penumpang memindai kode batang (QR Code) melalui aplikasi PeduliLindungi sebelum menaiki KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta


Reporter: Amailia Putri Hasniawati, Agustinus Beo Da Costa, Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

JAKARTA. Banyak emiten yang kinerja keuangan maupun kinerja sahamnya jeblok sehingga terancam delisting paksa oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Baru-baru ini, BEI sudah menghapus paksa saham PT Amstelco Indonesia Tbk (INCF) dari BEI mulai 19 Februari 2013.

Ada enam emiten lain yang masih diberi kesempatan BEI untuk memperbaiki kinerja. Mereka adalah PT Indo Setu Bara Resources Tbk (CPDW), PT Panasia Filament Inti Tbk (PAFI), PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO), PT Siwani Makmur Tbk (SIMA), PT Panca Wiratama Sakti Tbk (PWSI), dan PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA).

Masalah utama yang membuat emiten ini terancam delisting adalah karena utang. Sejatinya, tak hanya enam perusahaan itu saja yang bermasalah. Emiten lain, seperti PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK) yang terancam pailit.

Nah, kalau sudah begini, nasib investor publik menjadi terombang-ambing lantaran prospek investasi mereka tak jelas. Celakanya, BEI masih belum memberi solusi konkret akan nasib pemegang saham publik ini.

Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI hanya bilang, BEI akan memberi kesempatan bagi investor untuk menjual sahamnya. Cuma masalahnya, siapa yang mau membeli karena belum ada aturan yang bisa memaksa emiten membeli saham publik kala emiten itu terancam delisting.

Yanuar Rizky, pengamat pasar modal menilai, aturan tersebut teramat penting. Sebab, emiten-emiten yang terancam delisting ini rata-rata memiliki saham publik cukup besar. Ambil contoh BLTA yang memiliki saham publik 62,01%. Sementara, CPRO 51,07% dan SIMA 35,11%.

Tak kalah penting, otoritas juga harus memberi panduan bagi investor publik terkait tata kelola perusahaan publik. "Sehingga investor tidak berspekulasi sendiri," ujar dia.

Nah, agar tidak terjeblos lagi, Felix Sindhunata, analis Henan Putihrai Asset Management menyarankan investor untuk belajar menganalisa kinerja keuangan emiten. Seperti, rasio utang, profitabilitas, solvabilitas, margin dan yang lainnya.

Long Kheng Hong, investor pasar modal, mempunyai lima kriteria saat membeli saham. Yakni, manajemen perusahaan, prospek bisnis ke depankinerja emiten, pertumbuhan bisnis, serta valuasi saham dibanding kompetitor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×