Reporter: Yoliawan H | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum lama ini, industri batubara mulai diramaikan dengan isu bahwa China akan melakukan pembatasan impor batubara. Asal tahu saja, China merupakan salah satu negara pengimpor batubara terbesar. Sekadar informasi, data impor batubara China periode Mei naik 8,6% dari bulan sebelumnya menjadi 27,47 juta ton.
Salah satu eksportir batubara ke China adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Tahun ini BUMI memproyeksikan produksi batubara mereka mencapai 88 juta ton hingga 99 juta ton. Direktur BUMI, Dileep Srivastava mengatakan, 10% sampai 12% dari nilai tersebut diperuntukkan untuk memenuhi pasar batubara China.
Menurutnya, China sendiri sebenarnya menghasilkan 3,2 miliar ton batubara per tahun. Dalam jangka panjang, kemungkinan akan mencapai 4 miliar ton. Di sisi lain hampir 60% energi berasal dari batubara.
"China saat ini mengimpor 150 juta ton sampai 160 juta ton batubara. Angka ini kemungkinan akan berlanjut dan naik dalam kisaran 200 juta ton dalam jangka menengah,” ujar Dileep kepada Kontan.co.id, Senin (17/6).
Sebelumnya pun China sempat melakukan kebijakan untuk menunda izin impor batubara Australia yang cukup menekan harga batubara. Seperti batubara kualitas 4200 GAR. Namun tekanan ini masih di atas level harga pada akhir tahun 2018 lalu. Ini menandakan bahwa dari sisi permintaan ataupun harga sebenarnya batubara masih berpotensi di tahun 2019.
Menurutnya ada beberapa faktor lain seperti ketidakpastian pertumbuhan global karena perang dagang. Namun pihaknya berharap ini hanya akan berlangsung jangka pendek. Pasar batubara China masih akan bertumbuh terbatas menurutnya. Selain itu, basis pembelian kontrak tahunan batubara membuat kepastian atas penjualan batubara.
Pihaknya sendiri masih akan optimis tahun depan produksi batubara BUMI setidaknya akan tumbuh 5% dan memastikan bahwa isu-isu yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Di sisi lain menurut Dileep pasar di luar China masih banyak yang bertumbuh seperti Indonesia, Filipina dan Vietnam.
Menanggapi kondisi tersebut, Analis Jasa Utama Capitas Sekuritas, Chris Apriliony mengatakan, pasar batubara China akan selalu menjadi sasaran ekspor karena penggunaan batubara China yang terbesar saat ini.
Namun karena adanya pembatasan impor batubara China serta membaiknya performa pertambangan batubara China membuat perusahaan batubara di luar cukup sulit untuk memasukkan batubara ke China Ini berdampak pada potensi pasar di China.
“Untungnya, beberapa negara berkembang lain seperti Korea dan India juga sedang meningkat konsumsi batubaranya, sehingga market tidak terlalu fokus ekspor batubara ke China. Namun, Jika isu tersebut benar (China tambah produksi) maka produksi batubara dunia akan meningkat, stok batubara akan banyak beredar sehingga batubara dapat berpotensi untuk terkoreksi,” jelas Chris.
Untuk itu pihaknya sendiri masih menyarankan wait and see terhadap sektor batubara saat ini. Menurutnya, terkait kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sendiri penggunaan batubara nasional tidak sebesar porsi ekspor nasional, sehingga antisipasi perusahaan batubara yang bisa diandalkan yaitu membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Memang untuk membangun PLTU tidak dalam waktu yang singkat tetapi seharusnya di tahun 2020 sudah mulai banyak PLTU mulut tambang yang beroperasi. Sekarang ini hanya tinggal bagaimana operasional batubaranya menjadi lebih murah supaya dapat membantu perusahaan dalam kondisi penurunan harga batubara,” ujar Chris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News