kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Isu harga selangit, emiten rokok layak koleksi


Senin, 22 Agustus 2016 / 09:45 WIB
Isu harga selangit, emiten rokok layak koleksi


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Isu harga rokok paling murah Rp 50.000 pada bulan depan santer dibicarakan. Namun ini bukan alasan untuk menghindari saham emiten rokok seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM).

Memang ada wacana untuk menaikan cukai rokok, tapi ini masih tahun 2017 nanti. Kenaikan cukainya pun hanya sekitar 10%. Kenaikan sebesar ini tidak serta-merta membuat harga rokok paling murah Rp 50.000 per bungkusnya.

Liyanto Sudarso, analis MNC Asset Management bilang, jika pemerintah menaikkan cukai rokok itu karena ingin meningkatkan pendapatan negara. Kenaikannya pun juga terukur. Jadi, kenaikan tersebut didesain supaya tidak menekan konsumsi rokok.

Dengan kata lain, pemerintah lebih baik menaikkan pendapatan negara yang sedang minus ketimbang mengurangi konsumsi rokok. Apalagi, kontribusi pendapatan pajak dari cukai rokok selama ini terbilang besar.

"Kontribusinya ke APBN bisa mencapai 52,7%. Lalu, kenaikan cukai 10% tahun depan itu diproyeksi bisa menaikkan pendapatan negara sebesar 6% dari Rp 148 trilliun tahun ini menjadi Rp 157 triiliun tahun depan," jelas Liyanto kepada KONTAN, Minggu (21/8).

Akan tetapi, lanjut Liyanto, wacana kenaikan cukai 10% tahun depan itu juga bukan berarti sepenuhnya menjadi sentimen negatif. Sebab, kenaikan cukai tersebut masih lebih kecil dibanding kenaikan tahun ini sebesar 16%.

Disamping itu, pemerintah juga memiliki wacana untuk menurunkan tarif PPH maksimum dari 30% menjadi 17%. Jika wacana ini dikaitkan ke sisi permintaan, maka diperkirakan akan ada kenaikan konsumsi rokok, apalagi seiring dengan semakin bertambahnya disposable income para konsumen.

"Jadi, kecil kemungkinan pendapatan emiten rokok akan tergerus, dan semua hal ini membuat saham berbasis rokok masih layak di lirik para investor," ujar Liyanto.

Analis Daewoo Securities Indonesia Dang Maulida dalam risetnya akhir pekan lalu berpendapat, wacana kenaikan cukai 10% tahun depan itu tidak mengejutkan. "Kami juga melihat kenaikan ini inline dengan forecast GDP pemerintah," tulisnya.

Jika mengerucut pada emitennya, Dang menyukai saham GGRM. Memang banyak sentimen yang cenderung negatif yang perlu dihadapi industri rokok nasional. Tapi, setidaknya GGRM masih mampu membukukan kinerja yang stabil sepanjang paruh waktu tahun ini.

GGRM juga masih menjadi pemimpin pasar untuk produk Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF) dengan penguasaan pangsa pasar sebesar 17%. Dia merekomendasikan buy dengan target harga Rp 82.850 per saham.

Produsen rokok membantah

Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications HMSP Elvira Lianita menilai, isu kenaikan harga rokok hingga Rp 50.000 ini adalah informasi tidak benar yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Lagipula, kebijakan untuk menaikan cukai terlalu tinggi akan mendorong naiknya harga rokok menjadi mahal sehingga tidak sesuai dengan daya beli masyarakat. Jika harga rokok mahal, maka kesempatan ini akan digunakan oleh produk rokok ilegal yang dijual dengan harga sangat murah dikarenakan mereka tidak membayar cukai.

Perlu dicatat, berdasarkan sejumlah studi beberapa universitas nasional, dengan tingkat cukai saat ini saja sudah merugikan negara Rp 9 triliun. "Hal ini tentu kontraproduktif dengan upaya pengendalian konsumsi rokok, peningkatan penerimaan negara, dan perlindungan tenaga kerja," ujar Elvira dalam keterangan resmi yang diterima KONTAN.

Muhaimin Moetie, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia sependapat. "Yang jelas, wacana kenaikan itu bukan dari pemerintah," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×