Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Dollar Amerika Serikat (AS) kewalahan menghadapi tekanan sejumlah mata uang kuat dunia. Mengutip CNBC, di Senin (31/7) dollar berkutat di kisaran level terendah selama 2,5 tahun terakhir terhadap euro.
Tekanan pada dollar AS dipicu ketidakpastian politik AS dan data ekonomi yang membuat nyali investor ciut. Investor meramal, data ekonomi buruk bakal menutup peluang bagi Bank Sentral AS (The Fed) mengerek lagi suku bunga acuan The Fed.
Catatan saja, ekonomi AS tumbuh 2,6% di kuartal II. Ini sesuai ekspektasi analis yang dihimpun Reuters. Tapi, pertumbuhan ekonomi di kuartal I direvisi menjadi hanya tumbuh 1,2%.
Angka pengangguran dan inflasi pun masih di bawah ekspektasi analis. "Sangat mudah meragukan kemampuan The Fed untuk berani menaikkan lagi suku bunga di tahun depan. Saya pikir dollar akan menuju ke bawah level 110 yen di situasi seperti itu," ujar Junichi Ishikawa, senior forex strategist IG Securities di Tokyo.
Dari sisi politik, Presiden AS Donald Trump mengganti Kepala Staf Gedung Putih Reince Priebus dan menunjuk mantan jenderal John Kelly. Aksi ini semakin memanaskan kesolidan tim Trump.
"Pergantian Priebus bisa jadi titik balik di pemerintahan Trump. Ini bisa menekan bursa saham AS yang saat ini memiliki performa bagus dan memberatkan dollar," tambah Ishikawa.
Catatan, euro bergerak stabil di kisaran US$ 1,1743, setelah menguat ke level US$ 1,1777, level tertinggi selama 2,5 tahun terakhir di Kamis pekan lalu. Greenback pun melemah 0,15% jadi 110,525 yen.
Tapi, dollar indeks berhasil menguat 0,2% ke level 93,413. Dollar indeks naik tipis setelah sempat terperosok 0,6% di penutupan perdagangan akhir pekan kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News