Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa saham memerah dalam tiga perdagangan beruntun, hingga menyeret Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ambrol ke level 7.400. Level ini didapat usai IHSG anjlok 0,63% ke level 7.496,09 pada akhir pekan lalu, Jumat (4/10).
Secara mingguan, IHSG mengakumulasi pelemahan 2,61% dari perdagangan 30 September - 4 Oktober 2024. IHSG ambles sejalan dengan posisi jual bersih (net sell) investor asing yang mencapai Rp 4,87 triliun.
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, mengamati sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri yang menekan pasar saham. Sentimen signifikan datang dari faktor eksternal, terutama efek kucuran stimulus ekonomi di China serta tensi geopolitik yang kembali memanas di Timur Tengah.
Baca Juga: IHSG Lanjut Menguat, Ini Saham Rekomendasi Analis Sampai Akhir Tahun
Stimulus ekonomi menarik arus dana investor asing (inflow) ke bursa China. Sebaliknya, memicu terjadinya arus keluar (outflow) dari bursa Indonesia, yang kemudian menekan IHSG. Sementara itu, konflik bersenjata Israel vs Iran memanaskan tensi geopolitik dunia, yang kembali menimbulkan kekhawatiran pasar dan ketidakpastian ekonomi global.
Dari dalam negeri, ada kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi Indonesia usai terjadi deflasi selama lima bulan beruntun dan indeks manufaktur berada di zona kontraksi dalam tiga bulan berturut-turut. Sinyal negatif dari sisi ekonomi dan daya beli tersebut terjadi menjelang pergantian pemerintahan yang tinggal menghitung hari.
Kombinasi dari berbagai sentimen itu berpotensi menekan pasar saham dalam beberapa pekan ke depan. "Setidaknya hingga rilis data kinerja kuartal ketiga dan dapat menjadi penopang pergerakan IHSG di tengah sentimen di atas," kata Audi kepada Kontan.co.id, Minggu (6/10).
Baca Juga: IHSG Diprediksi Menguat, Cermati Saham Rekomendasi Analis, Rabu (24/4)
Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia, Wisnu Prambudi Wibowo, menyoroti perkembangan geopolitik di Timur Tengah. Situasi ini telah mengerek naik sejumlah harga komoditas, terutama minyak mentah dunia. Pelaku pasar pun perlu mencermati sejauh mana eskalasi konflik Israel vs Iran tersebut.
Situasi ini memicu lonjakan harga minyak yang akan terkait dengan tingkat inflasi. Hal itu kemudian bisa memengaruhi prospek pelonggaran suku bunga acuan.
"Ini bisa menimbulkan ketidakpastian baru. Sebelumnya pasar berekspektasi interest rate akan terus dilonggarkan, seiring inflasi yang lebih rendah. Jadi perlu dicermati implikasinya dan apakah esklasi konflik berlanjut?," ungkap Wisnu.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih mengamati koreksi IHSG dalam tiga pekan terakhir yang dibarengi dengan outflow dari investor asing. Di samping kombinasi dari sentimen domestik dan global, Ratih menyoroti aksi profit taking dan jenuh beli yang turut menekan IHSG usai menyentuh rekor tertinggi (all time high) di level 7.910,86 pada bulan lalu.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG & Rekomendasi Saham Pilihan Analis untuk Senin (7/10)
Pelemahan IHSG juga sejalan dengan koreksi pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar (big caps), khususnya di sektor perbankan. Meski begitu, situasi saat ini membuka peluang buy on weakness pada sektor-sektor potensial seperti perbankan.
Namun, Ratih mengingatkan agar pelaku pasar mesti mencermati money management saat menerapkan strategi tersebut. Usahakan menggunakan dollar cost averaging dengan porsi minim, mengingat tekanan outflow investor asing masih cukup besar.
Kemudian, pelaku pasar bisa mempertimbangkan akumulasi pada sektor energi dan barang baku, khususnya saham tambang mineral-logam. "Pertimbangkan area support dan resistance untuk mengukur risk and reward mengingat sektor tersebut khususnya metal mining telah menguat dalam dua pekan beruntun," terang Ratih.