Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah optimisme pemulihan ekonomi, kelas aset saham berhasil menjadi instrumen investasi dengan kinerja paling baik dalam dua bulan pertama di tahun ini.
Hal ini tercermin dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan yang pada akhir Februari telah berada di level 6.241,79 atau naik 4,39% sejak akhir tahun lalu. Kinerja IHSG berhasil mengalahkan mata uang dengan kinerja paling baik, yakni poundsterling yang tumbuh 3,48%. Lalu obligasi korporasi (Indobex Corporate Bond) juga hanya naik 0,62%.
Sementara obligasi pemerintah yang tercermin dari Indobex Government Bond bahkan berkinerja negatif, yakni turun 2,16%. Begitu pun dengan instrumen emas, di mana emas spot tercatat mengalami penurunan hingga 8,60%.
Investment Specialist Sucorinvest Asset Management Toufan Yamin mengungkapkan kinerja apik saham tidak terlepas dari sentimen pemulihan ekonomi pada tahun ini. Belum lagi, vaksinasi yang sudah mulai berjalan mulai menunjukkan hasilnya setelah mampu sedikit meredam penyebaran Covid-19.
Baca Juga: Ekonomi Membaik, Cuan dari Saham Paling Tinggi Dibanding Instrumen Investasi Lain
“Dari sisi sentimen global, harapan stimulus masih menjadi katalis positif mengingat potensinya untuk semakin menambah likuiditas global. Sementara kenaikan berbagai harga komoditas memperlihatkan membaiknya permintaan global dan pemulihan kegiatan ekonomi sekaligus turut menjadi pendorong kinerja saham,” kata Toufan ketika dihubungi Kontan.co.id.
Sementara untuk obligasi, Toufan melihat obligasi Indonesia sebenarnya punya kinerja yang cukup baik pada awal tahun ini. Hanya saja, kenaikan pesat yield US Treasury dalam waktu yang relatif singkat pada beberapa waktu terakhir membuat investor melakukan perubahan strategi dan keluar dari obligasi di negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Ditambah lagi, ketika sedang terjadi kenaikan yield US Treasury, kita melakukan pemotongan suku bunga acuan. Praktis, selisih antara yield kita dengan US Treasury pun semakin tipis,” imbuh Toufan.
Secara umum, dengan membaiknya kinerja aset berisiko, Toufan bilang, aset safe haven seperti emas pada akhirnya terkena imbasnya. Investor mulai beralih ke aset saham dan emas pun perlahan terus terkoreksi.
Sepakat, analis Monex Investindo Futures Faisyal menjelaskan hal ini tidak terlepas dari sentimen pasar yang sudah kembali risk-on semenjak akhir tahun lalu. Pada akhirnya, aset safe haven seperti emas pun mulai ditinggalkan. Jika pun harus beralih ke safe haven, investor punya kecenderungan memilih dolar AS. Hal ini yang pada akhirnya semakin menekan harga emas.
“Harga emas ke depan masih bisa turun lagi, mengingat program vaksinasi yang semakin berjalan masif di berbagai belahan dunia. Bahkan, PM China sudah menyampaikan bahwa ekonomi China akan tumbuh di atas 6%, yang artinya ekonomi sudah mulai berjalan lagi,” terangnya.