Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor poultry diproyeksikan prospeknya masih akan bergantung pada program culling pada pemerintah. Di satu sisi, meski permintaan akan ayam mengalami perbaikan, pemulihan belum akan optimal. Apalagi, risiko kenaikan kasus Covid-19 mulai membayangi.
Sebagai upaya untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan merilis surat edaran program culling yang kelima pada awal Juni kemarin.
Analis Ciptadana Sekuritas Fahressi Fahalmesta melihat langkah pemerintah lewat program culling pada tahun ini memang jauh lebih agresif dibanding tahun lalu. Selain itu, pemerintah juga lebih berfokus pada mengurangi fertilize HE dan DOC.
Baca Juga: Rugi Selisih Kurs Menipis, LPKR Berhasil Membukukan Laba Bersih di Kuartal I 2021
Menurutnya, harga broiler dan DOC masih akan tetap prospektif meskipun Ramadhan sudah berlalu. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, rata-rata harga DOC dan broiler mengalami peningkatan yang signifikan.
Pasalnya, harga rata-rata DOC dan broiler secara year to date (hingga akhir Mei) melonjak masing-masing 101,6% YoY dan 25,4% YoY menjadi Rp 6.956.8/ekor dan Rp 20.012,4/kg. Sementara, hingga pertengahan Juni harga broiler dan DOC masih stabil di atas Rp20.000/kg dan Rp 6.000/ekor.
“Kami percaya, seiring dengan program culling pemerintah yang lebih agresif, keseimbangan pasokan dan permintaan akan lebih mudah dikelola. Dengan demikian, harga ayam pada tahun ini akan terjaga dan di atas tahun lalu,” tulis Fahressi dalam risetnya pada 15 Juni 2021
Sementara dari sisi permintaan, Fahressi percaya konsumsi ayam akan pulih secara bertahap. Hanya saja, pemulihan secara penuh mungkin tidak terjadi pada tahun ini. Apalagi, akhir-akhir ini jumlah kasus Covid-19 di Indonesia tengah menanjak, jika kondisinya memburuk, konsumsi dan harga ayam akan terkena dampak negatif.
Baca Juga: Ini alasan Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) tidak menjual suvenir bertema Euro 2021
Di satu sisi, nasib para integrator poultry yang menghadapi biaya pakan yang lebih tinggi bukanlah hal yang baru pada tahun ini, Fahressi telah memperkirakan harga jagung dan bungkil kedelai yang lebih tinggi. Namun, saat ini harga bungkil kedelai telah turun sekitar 19% dari puncaknya pada pertengahan 21 Januari.
Meskipun demikian, ia masih melihat harga saat ini tetaplah masih tinggi. Hal ini tidak terlepas dari dampak kekeringan pada tahun 2020. Jika berkaca dari India, asosiasi poultry di sana meminta pemerintah untuk mengurangi bea masuk selama beberapa bulan sebagai opsi untuk mengelola biaya pakan.
Sementara di Indonesia, Fahressi menyebut sejauh ini belum mendengar adanya insentif dari pemerintah kita terkait impor bungkil kedelai. Di sisi lain, harga jagung di Indonesia pada tahun ini juga tinggi, mencapai di atas Rp 6.000/kg pada 21 Mei.
“Padahal, biasanya harga jagung ideal untuk produksi pakan adalah Rp 4.000 - Rp 5.000/kg. Oleh karena itu, kami memperkirakan margin integrator poultry di kuartal II-2021 akan lebih rendah dari kuartal I-2021,” imbuh Fahressi.
Baca Juga: Merdeka Copper Gold (MDKA) beri jaminan terhadap utang anak usaha
Secara keseluruhan, Ciptadana Sekuritas masih mempertahankan rating netral untuk sektor poultry.
Adapun, Fahressi merekomendasikan beli untuk saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) dengan masing-masing target price Rp 2.070 dan Rp 855. Namun, untuk PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), ia beri rekomendasi hold dengan target price Rp 6.575 per saham.
“Untuk risiko utama untuk rekomendasi kami adalah kenaikan biaya bahan baku yang lebih tinggi dari yang diharapkan, daya beli konsumen yang lebih rendah, serta kasus Covid-19 yang memburuk yang diiringi dengan pembatasan sosial,” pungkas Fahressi.
Selanjutnya: Ada relaksasi PPnBM otomotif, kinerja Garuda Metalindo (BOLT) terdongkrak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News